Kemarin, pas jalan di trotoar, sebelah kiri mentok pohon besuar. Di pinggiran jalan ada beberapa mobil parkir, entah milik siapa.
Jadi, trotoar segaris ini satu-satunya pilihan pejalan kaki kalau mau aman.
Sementara di hadapan persis ada seorang mbak-mbak juga mau lewat, arah berlawanan.
Yang tersisa ya memang tinggal jalanan trotoar yang kepotong dengan bagian tumbuhnya pohon besar itu.
Ya wis... Ngalah.
Saya berhenti untuk mempersilahkan mbak di hadapan saya berjalan.
Lewat gerak tubuhnya, dia seperti mengucapkan terima kasih dan bergegas melewati saya. Biar bisa gantian melangkah lagi.
Lha... Belum juga dua langkah, makbenduduk nongol motor dari arah si mbak datang.
Bunyi motornya pun bikin si mbaknya sama kaget.
Dia menoleh.
Mas motornya nampak tergesa-gesa dan ingin diberi jalan supaya bisa melewati trotoar segaris itu.
Ow... Tidak bisa.
Selain trotoar ini bukan jalanan buat motor, kan kami sama berhenti itu memang karena sebagai pejalan kaki dan pengguna trotoar ini. Nggak bisa aji mumpung gitu, mau nyalip seenaknya dong...
Mana nggak pake masker pula.
Aduh.
Akhirnya saya sengaja melanin jalan dan di tengah-tengah segaris trotoar itu saja.
Bodo amat.
Dia nungguin sambil liatin.
Dalam hati berharap, si mbak di depan melakukan hal yang sama.
Memang jalan di sebelah trotoar ini sedang lumayan ramai.
Tapi, bukan berarti jadi alasan untuk tidak bersabar dan nyerobot yang bukan menjadi haknya, bukan?
#katanjar #anj2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H