Hari itu saya mendengar kabar yang mengagetkan. Seorang kenalan yang harus terbang ke pulau lain esok harinya, ternyata sore hari sebelumnya mendapat kabar, tes PCR-nya positif. Padahal semua persiapan sudah lengkap, dia tinggal menuju bandara dan pergi ke tempat tugas barunya.
Begitu sore mendapat berita resmi tersebut, dia langsung memberitahukan kepada semua orang yang sempat kontak erat dengannya seminggu terakhir. Termasuk kepada bos saya yang sebenarnya tidak sempat lama ngobrol sebab rekan tersebut juga berpamitan. Beruntungnya, dia dianggap pasien covid bergejala ringan, jadi diperbolehkan isoman di rumah, tidak di rumah sakit.
Malam itu, bos saya memberitahukan keadaan rekan tersebut kepada saya sambil berpesan untuk tidak bertanya lebih jauh sebab pasti penyesalan si rekan akan lebih daripada orang lain yang hanya diberitahu status hasil tes PCR-nya. Saya mengerti. Bos saya juga akan melakuka tes antigen meski ia tahu tidak lama bicara dengan rekan itu, tetapi ia seharian bersama beberapa teman rekan lain yang beberapa hari sebelumnya mengadakan acara perpisahan. Maka, untuk antisipasi, ia memilih ikut tes saja.
Oleh karena kami sudah kenal baik dan si rekan sudah pernah pamit pula via telepon, saya tetap hati-hati sekali bertanya. Bukan basa basi lebay, tetapi dengan kalimat, "Hay kamu... Apakah baik-baik saja? Kalau butuh apa-apa, let me know ya..."
Sebab yang ditanya juga sudah tahu bahwa saya pasti sudah dapat kabar, maka ia pun tidak menjawab dengan basa basi pula. "Aku baik, Mbak... Sedikit shock, tapi aku percaya bisa cepat mengatasi ini."
Setelahnya saya hanya memastikan dia ada di tempat isoman yang aman dan terjamin. Dia menjawab dengan yakin bahwa semua sudah terjamin. Hingga beberapa hari kemudian, sapaan saya lewat chat, hanya sekadar salam dan guyonan biasa. Tanpa bertanya lebih lanjut tentang kondisinya.
Baru sekitar hari kesembilan, saya beranikan giman kondisi tubuhnya saat itu? Apapkah ada keluhan lain? Ternyata tidak sama sekali selain rindu beberapa makanan yang biasanya bisa bebas dia dapat saat sehat. Dia pun memberitahu dimana ia isoman hingga beberapa hari ke depan. Dengan pesan, jangan bilang ke teman-temannya sebab hanya saya yang tahu.
Tentu saya sanggupi walau setelah itu ada saja yang bertanya dimana dia isoman dengan alasan ingin memastikan apakah terjamin dan bisa memudahkan semua akses yang dibutuhkannya? Saya tidak bilang. Kalau sedikit memaksa saya minta mereka bertanya sendiri saja.
Cerita lain, seorang Pastor sudah diumumkan ke khalayak bahwa ia masuk rumah sakit dan dalam penanganan khusus karena terserang covid disertai penyakit penyerta. Sejak saat itu, semua grup WA yang berhubugnan atau merasa kenal Pastor tersebut mendapat banyak berita. Memang rata-rata berita baik, seperti ajakan mendoakan. Tetapi, di sela berita tersebut, saya pun sempat dibagikan kabar yang bikin saya geleng-geleng.
Pernah ada berita tentang kebutuhan darah plasma sampai cukup lama dengan narasi yang menggugah orang untuk membantu. Tetapi, sebenarnya beberapa waktu setelah berita resmi itu ada, kebutuhan itu disetop karena sebuah alasan pasti dari pihak rumah sakitnya.