Lihat ke Halaman Asli

Beny Suryadiningrat

Be Social Teknologi (BST), Bro Social Networking (BSN)

Ruang Bersama Seperti 'Maiyah', Pentingkah?

Diperbarui: 27 Desember 2023   17:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Ya Allah, aku dan mereka berkumpul di sini karena cinta kepada-Mu. Terima kasih atas sinar bulan-Mu malam Ini."

Disadari atau tidak membawa misi "Maiyah" atau pentingkah membahas virus baik ini, penulis bukanlah seorang yang memiliki kapasitas menilai terkait eksistensi forum Maiyah yang sudah lama ada bahkan sejak penulis belum lahir bisa jadi.

Namun, pertama sekali penulis menghaturkan permintaan maaf kepada semua warga masyarakat Maiyah, khususnya ' Cak Nun' atau 'Mbah Nun', karena membawa serta ke pembahasan yang terbilang tidak pantasan, hanya karena penulis bertemu dengan seorang adik (M. Yudha IF) yang kental sekali sangat menjiwai dan menyayangi 'Cak Nun', Maiyah dan Gus Dur itu sendiri.

Sehingga kembali penulis di ingatkan pada 2007 di mana pertama kali penulis dikenalkan dengan forum ini melalui tulisan-tulisan dan cerita dari beberapa senior yang konon katanya sangat mengaggumi dan mengapresiasi keberadaan Maiyah. Walaupun keinginan kuat penulis sangat ingin berpergian dan secara langsung ikut nimbrung/ join ke sana, namun hingga saat ini belum mendapatkan kesempatan. Semoga ada jalan dan kesempatannya nanti di ruang dan waktu yang di berkahi. Berbeda dengan M. Yudha IF, yang telah beberapa kali menyaksiskan dan ikut join langsung di forum Maiyah tersebut, secara singkat beliau bahas gaulnya mengidolakan "Cak Nun", maksudnya pemikiran dan culuture forum Maiyah.

Tepatnya pada Minggu lalu, Jum'at 22 Desember 2023 pukul. 15.00 WIB di Ruang Online Google Meet dan Zoom kami memulai lounc ruang bersama pertama kali dengan tema "Ruang Bersama Seperti 'Maiyah' Pentingkah ?

Berbekal sedikit informasi terkait prolog yang berbunyikan ; Cara menjaga kesehatan mental di kalangan anak muda dengan pendekatan "Cak Nun" yang berbeda. Meretas konflik lewat kebudayaan, modal sosial yang menjadi pijakan dan relevan secara kesetaraan (duduk bersama) Lintas forum mengolah keberagaman menjadikeharmonisan. Memperlihatkan skema konsep pengolahan keberagaman menjadi kekuatan. Bukan saja wacana pijakan berpikir pluralisme, bukan juga sebatas abstraksi menara gading, melainkan strategi praktis di tengah forum massa.

Paradoks praktik di satu pihak mengakomodir keberagaman sesuai kepentingan pihak berkuasa, sementara di pihak lain membangun musuh bersama. Saya ingat ketika pada 2017 seorang Cak Nun mengemukakan "Katanya Pancasila tapi kok ada kelompok yang dilarang, Katanya Negara Plural tapi harus ada syarat dan ketentuan berlaku".

Ruang bersama yang dimaksud tidak ada efek simbolis sehingga peduli akan problem kontekstual akibat konflik di masyarakat. Dibutuhkan upaya sistemik da operasional, tak akan tuntas jika ruang-ruang bersama digelar di forum simbolis semata. Yang dibutuhkan adalah inspirasi mendasar, harmoni, kompromi atau toleransi bukan pencarian sebatas seremoni, namun lebih kepada kesejajaran sistem nilai moral, etika tanpa syarat, universal.

Kira-kira itulah prolog yang disajikan dalam menemu kenali forum Maiyah untuk dibawakan ke paparan oleh M. Yudha IF pada ruang online yang diberi nama alabenshowclass. Fakta temuan lain dikarenakan siapapun orang yang pernah gabung ikut dalam forum tersebut menjelaskan forum Maiyah dengan berbagai macam perspektif pada posision forum yang bukan hanya sekedar forum biasa, justru semua cikal bakal pengetahuan, pencerdasan, orang tadinya biasa saja yang kemudian suatu hari nanti menjadi luar biasa setelah sering mengikuti forum Maiyah.

Bahkan M. Yudha IF menegaskan baha forum Maiyah hanya ada satu-satunya di dunia, belum ada forum yang memiliki ekosistem, nuansa, suasana, keikhlasan seperti Forum Maiyah ? Ketentraman, ketenangan, keilmuwan, membuka cakrawala berfikir dan sosok Cak Nun yang secara konsisten membawa forum Maiyah pun degan mengutarakan apa adanya, cenderung tajam, dengan kepentingan kebermanfaatan sebagai manusia pada umumnya terhadap "pencerdasan kritis" sebagai kekhususan manusia diberikan 'give' otak untuk digunakan berpikir sehingga semua berujung pada ketauhidan, dikarenakan ada sesuatu keterbatasan untuk dicari tahu maksimal dan percayai akan sang "Maha".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline