Beberapa hari sebelum hari H, Si Mbarep ini tidak sabar untuk segera menuju hari H tersebut. Ada banyak hal yang ingin dia rencanakan dan lakukan saat tiba hari tersebut. Hari demi hari yang ditanyakan adalah ini tanggal berapa Bu? Sehari-harinya Mbarep dan Ragil ini memang tinggal bersama Ibunya, karena Ayahnya ada di luar kota.
Mbarep ini sudah sekolah dan memiliki rutinitas yang baru. Pasca kenaikan kelas atau liburan sekolah dia harus melakukan kebiasaan baru yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Pada kelas sebelumnya dia masuk pukul 09.00 dan sekarang masuk sekolah mulai pukul 07.00. Itu artinya sebelum pukul 07.00 dia harus segera bergegas untuk bangun lebih pagi ketimbang biasanya. Mulai dengan persiapan untuk mandi pagi, sarapan hingga menyiapkan ubo rampe perlengkapan sekolah yang harus dia bawa. Entah bekal maupun tabungan atau bahkan PR.
Saya sangat bersyukur karena Mbarep ini dapat menyiapkan diri serta beradaptasi dengan kondisi kebiasaan baru yang harus dilakoninya. Ibunya tidak perlu energi ekstra untuk memberikan pemahaman kepada Si Mbarep ini. Saat dibangunkan juga cukup mudah, bahkan dia segera bergegas untuk mandi. Acapkali saat baru saja bangun tidur dia justru merasa waktu sudah siang sehingga khawatir akan terlambat masuk sekolah. Sehingga dia mendesak Ibunya untuk buru-buru mandi dan minta untuk berangkat sekolah jangan sampai terlambat.
Jam masuk sekolah saat ini memang berangkat lebih awal sehingga jam pulang sekolahnyapun juga lebih awal pula. Saat hendak pulang sekolah, biasanya dia minta untuk dijemput tepat waktu atau sesekali minta agak nanti. Jika dia minta dijemput cepat-cepat atau tepat waktu, artinya dia ingin langsung pulang ketika keluar dari ruang kelas. Apabila dia minta untuk dijemput agak lama (baca: dijemputnya jangan cepat-cepat) itu tandanya dia ingin bermain dulu dengan teman-teman sekolahnya di halaman sekolah untuk sekedar main bola, ayun-ayun hingga mainan perosotan.
Saat tiba di rumah selepas pulang dari sekolah, hal yang pertama dia lakukan adalah menggapai sepeda yang ada di parkiran. Betapapun Ibunya sudah mengingatkan untuk ganti pakaian lebih dulu, namun tak indahkan olehnya. Tetap saja dia sudah menggenjot sepedanya itu, sampai akhirnya Ibunya harus berteriak untuk segera ganti baju seragam sekolah.
Mbarep ini sudah mulai banyak aktifitas dibanding sebelumnya. Terlebih dia sedang asyik-asyiknya bisa menaiki sepeda. Jangan ditanya soal berapa kali dia terjatuh dari sepeda, adalah bekas luka baik benjut, lecet hingga berdarah itu menjadi bukti bahwa dia sering menjumpai insiden dengan sepedanya tersebut. Belum lagi dia sudah memiliki banyak teman bermain di lingkungan sekitar rumah., menjadikannya dia sering lupa waktu untuk pulang.
Kembali ke hari H yang saya singgung diawal tulisan ini. Hari H yang dimaksud adalah hari lahirnya dia. Jamak orang menyebutnya hari ulang tahun (ultah). Sepanjang hari dia selalu menanyakan apakah hari ultahnya akan dirayakan di suatu tempat? Apakah akan memberikan sesuatu kepada teman-teman di sekolahnya? Lagi-lagi saya bersyukur untung saja dia tidak menanyakan, apakah dia akan mendapatkan sesuatu dari teman-temannya? Belum lagi dia sering berujar kalau ultahnya minta dibelikan kue model ini, baju dengan gambar-gambar yang dia inginkan. Serta masih banyak lagi pertanyaan atau bahkan permintaan yang tidak bisa saya himpun di sini.
Akhirnya tiba saatnya hari H itu benar-benar terjadi. Bertepatan pula saya tidak ada di rumah. Namun, tetap berlangsung sebagaimana hari-hari biasanya. Tidak ada perayaan yang gegap gempita seperti pada umumnya orang-orang. Kenyataannya adalah mengalirnya do'a-do'a dari orang tercinta, bertaburan pengharapan yang terbaik bagi Si Mbarep ini.
Untuk menjawab berbagai pertanyaan di atas tadi, sebagai orang tua sudah menyiapkan beberapa jawaban:
- Nak, ulang tahun itu tidak mesti harus tiup lilin dan potong kue layaknya kebiasaan orang-orang modern saat ini;
- Nak, ultah itu kalau bisa justru orang-orang tidak perlu tahu bahwa saat ini kamu sedang ultah;
- Hari lahir juga tidak harus ada yang namanya kado atau semacamnya;
- Ulang tahun juga tidak harus dirayakan dengan mengundang orang untuk diajak berkumpul.
Jawaban-jawaban di atas bisa saja tidak memuaskan dia. Pun tidak harus mengerti saat ini juga. Kelak dia akan mencerna dan mengalami kondisi dimana dia akan paham pada waktu yang tepat.
Saya tidak sedang mengatakan ultah itu jelek, saya juga tidak anti perayaan ultah dan banyak sekali hal-hal yang menurut kebanyakan orang itu hal yang wajar dilakukan sedangkan saya tidak melakukannya. Lebih dari itu saya hanya ingin memberikan pesan bahwa tidak selamanya kita pada kondisi yang sama dan stabil. Sama dalam arti memiliki waktu, tempat serta kesempatan yang ada. Stabil dalam arti secara emosional atau bahkan mungkin finansial. Bukankah sebuah perayaan yang kebanyakan dilakukan orang itu juga membutuhkan materiil?