Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Layu

Diperbarui: 10 Januari 2018   13:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dalam suasana riang, Reymond pergi ke pantai itu dengan menggunakan bis . Pantai yang dulu menjadi saksi atas ikrar yang telah diucapkannya bersama dengan teman-temannya. Ikrar yang selalu dikenangnya sebagai ikrar suci yang membawa kesuksesannya. Ikrar yang diucapkan bersama saat bau tinner cat di baju SMA-nya masih tercium nyata.

Pantai itu terletak di sebelah utara pulau jawa dan terpisah oleh hutan jati dengan jalan raya yang menghubungkan kota Tuban dan Rembang. Terdapat beberapa warung kopi di pintu masuknya, di pinggir jalan raya Tuban -- Rembang. Warung kopi yang selalu menjadi pengingatnya tentang keberadaan pantai itu.

Malam telah larut, saat Reymond meminta supir bis menghentikan kendaraannya dan dia turun. Tidak seperti saat dulu dia kesana bersama teman-temannya yang menggunakan motor, Reymond  menyebrangi hutan jati itu dengan berjalan kaki. Butuh waktu lima belas menit untuk menyebrangi hutan itu. 

Reymond berlari saat menyaksikan gulungan ombak air laut yang meninggi dan menghampirinya. Dengan busa-busa putih yang tampak menyala seperti mutiara saat terkena sinar rembulan. Setelah membasahi kakinya dengan air laut, dia kembali mengambil jarak aman dari laut dan menurunkan tas bawaannya.

Sebungkus rokok segera dia keluarkan dari tas dan ditaruhnya di samping kanannya. Kemudian diikuti dengan Sebotol anggur, sebelum dia menaruh tas gunungnya di sisi kiri. Dia buka pelan-pelan tutup botolnya dan meminumnya sedikit demi sedikit. Setelah memastikan tenggorokannya cukup basah, Reymond mengambil rokoknya dengan gaya ala koboi. 

Bungkusnya dia lempar keatas kemudian ditangkap menggunakan tangan kiri dan tangan kanan merobek kertas pembungkusnya sambil menarik sebatang rokok hingga sisa separuh batangnya yang masih dalam bungkus. Diangkatnya rokok itu dan ditaruh di mulutnya. Tangan kananya merogoh saku jaketnya dan teranglah laut malam itu oleh percikan api korek yang membakar ujung rokoknya.

" Sungguh sempurna hari ini. Aku sekarang menjadi pemilik perusahaan terbuka." Dia mengenang bagaimana proses meng-IPO kan perusahaannya yang sangat susah. " Setidaknya, aku sudah tidak lagi takut kekurangan modal kerja."

Tiba-tiba sesuatu terasa ngilu dalam hatinya. Sebuah perasaan rindu yang teramat pada keempat temannya yang dahulu selalu menyertainya tumbuh begitu cepat menggerogoti kesadarannya. Dengan tanpa kendali, detenggaknya botol pertamanya itu dalam sekali tegukan. Selanjutnya dia buka kembali tasnya dan mengambil botol berikutnya, namun tiba-tiba tangan seorang perempuan menghentikannya.

" Mas Reymond?" Tanyanya penasaran.

Diperhatikannya muka wanita itu dengan teliti. " Niluh ?" Reymond memegang muka Niluh dengan penuh penghayatan. Niluh adalah anak perempuan pemilik warung dekat pintu masuk pantai itu. Sudah menjadi kebiasaan warung-warung yang berjajar di sana, saat malam hari penjaganya pergi meninggalkan warung dan mencari lelaki kesepian yang tercecer di jalan hutan menuju pantai. Mereka memberikan pelayanan lebih pada lelaki -- lelaki itu.

" Iya mas. Apa kabar mas?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline