Lihat ke Halaman Asli

Ben Subchan

Waktu dapat merubah apa saja, termasuk diri kita

Efektifkah Larangan Mudik Lebaran?

Diperbarui: 4 Mei 2021   15:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambarlucubangetgokil.blogspot.com

Mudik lebaran kembali dilarang, sebagai upaya serius pemerintah untuk menekan laju penularan Covid 19. Indonesia memang belum betul-betul aman dari Covid 19 meskipun grafik penularannya telah melandai dan upaya untuk pencegahan melalui vaksinasi sedang berjalan. Berkaca dengan beberapa kejadian sebelumnya, malah peningkatan penularan terjadi pasca masa liburan.

Kebijakan yang tidak popular ini, riuh-rendah mendapatkan komentar dari berbagai pihak. Pemudik pasti dan pengusaha perjalanan serta akomodasi apalagi. Mereka menjadi terdampak nomor satu merasa dirugikan akibat kebijakan ini.

Sebuah kebijakan yang memang sulit untuk dibuat, namun apapun implikasinya harus tetap dilaksanakan karena menyangkut masalah utama yaitu keselamatan warga negara. Tidak ada hukum tertinggi kecuali keselamatan warga negara atau lebih dikenal dengan "Salus Populi Suprema Lex Esto"

Pada prinsip bernegara, ini merupakan hal yang sangat penting untuk diambil. Dan pastinya harus mendapat perhatian dan pengertian dari semua pihak. Namun apakah kebijakan larangan mudik lebaran ini efektif?

Berdasarkan Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Selama Bulan Suci Ramadan 1442 Hijriah, bahwa larangan mudik lebaran berlaku mulai pada tanggal 6 sampai dengan 17 Mei 2021. Ada juga sanksi yang dituliskan dalam Surat Edaran tersebut.

Tapi, bukan masyarakat Indonesia namanya, jika tidak gigih. Berdasarkan pengamatan lapangan bahwa ternyata sebelum tanggal larangan tersebut tiba, pemudik telah bergerak untuk mudik. Perjuangan untuk mudik rupanya bukti begitu merekatnya emosional masyarakat terhadap suasana kampung halamannya. Covid 19 dianggap hanya rintangan yang sama dengan rintangan lainnya ketika susahnya proses mudik itu sendiri.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang biasa menderita. Mereka meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib. Kampung halaman yang dicintai harus ditinggalkan sementara, demi kehidupan yang lebih layak. Ketika mudik itulah mereka dapat bersua dengan orang-orang yang ditinggalkan. Momen dimana keindahan pertemuan dapat menyentuh emosional pemudik di kampung halamannya.

Penularan Covid 19 perlu diwaspadai pada lokasi keramaian. Maka pencegahan yang baik seharusnya bagaimana mengendalikan keramaian. Memberikan pengawasan dan pengetatan pada stasiun, bandara, pasar dan lokasi-lokasi keramaian lainnya, serta pengawasan terhadap pelaksanaan protokol kesehatan. 

Jangan-jangan larangan mudik bukan solusi, tidak mudikpun ternyata keramaian terjadi di pasar-pasar yang memang menyediakan kebutuhan selama puasa dan lebaran, seperti di Pasar Tanah Abang yang terjadi pada pekan ini.

cnnindonesia.com

Pada akhirnya kita mafhum bahwa mudik lebaran adalah kebiasaan para perantau yang rindu dengan kampung halamannya dan hanya satu kali setahun. Kegiatan mudik lebaran juga dapat menggerakkan ekonomi di kampung karena terjadinya interaksi dan proses berbagi (sharing) sesuatu (materi, pengalaman dan lainnya) dari kota ke kampung. Warung-warung hidup, pembangunan fasilitas umum digotong-royong saat itu. Komunikasi antara perantau dengan masyarakat terjadi. 

Betapa banyak bantuan perantau untuk pembangunan di kampung, yang tidak terinventarisir dengan baik, namun swadaya itu sangat dirasakan oleh warga di kampung/ desa.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline