Lihat ke Halaman Asli

Benny Wijaya

Rohaniawan

Merelakan yang Tak Kembali

Diperbarui: 12 Agustus 2024   22:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Sudah setahun sejak kau hilang ditelan alam.
Tak ada kabar, tak ada tanda, meski segala upaya telah dilakukan dengan maksimal.

Kenangan indah yang kau tinggalkan, ternyata tak mampu menggantikan senyummu yang nyata.

Harapan di dada perlahan bertemu dengan realita: kau sudah tiada.

Namun, entah mengapa, aku masih belum bisa merelakan.

Kepergianmu yang tak terduga meninggalkan penyesalan yang dalam.

Mengapa saat itu aku melepaskanmu tanpa pendampingan?
Fisik dan staminaku memang sedang tak prima, tapi...

Hari itu tetap menjadi hari penuh pertanyaan. Pertanyaan tanpa jawaban memuaskan hingga kini.

Setahun berlalu, namun aku masih merindu.

Kupandang gunung, kubayangkan kita bersama, turun dari sana dan kembali ke rumahmu.
Kembali pada aktivitas seperti dulu, seolah-olah semuanya bisa kembali normal.

Tapi, haruskah semua itu kukubur? Haruskah kenangan ini ditutup buku?

Tiap kali aku menatap gunung, pertanyaan itu selalu datang. Bisakah aku benar-benar merelakanmu, mengubur semua ingatan, dan menerima kenyataan? Ataukah aku harus terus menyimpanmu dalam ingatan, meski itu berarti aku takkan pernah benar-benar bisa melangkah maju?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline