Lihat ke Halaman Asli

Benny Eko Supriyanto

Aparatur Sipil Negara (ASN)

Sertifikasi Juru Dakwah: Perlu atau Tidak?

Diperbarui: 9 Desember 2024   10:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua MUI Cholil Nafis saat menghadiri Wisuda Akbar Standardisasi Dai MUI di Jakarta, Sabtu (30/11/2024). Foto: Dok. Istimewa (kumparan.com)

Juru dakwah atau da'i memiliki peran strategis dalam menyampaikan ajaran agama kepada umat. Sebagai perantara antara ilmu agama dan masyarakat, juru dakwah tidak hanya dituntut memahami ajaran agama secara mendalam, tetapi juga mampu menyampaikannya dengan cara yang baik, relevan, dan menyentuh hati audiens. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul wacana mengenai perlunya sertifikasi bagi juru dakwah untuk memastikan kualitas dan kompetensi mereka. Namun, gagasan ini menuai pro dan kontra. Artikel ini akan membahas alasan di balik perlunya sertifikasi juru dakwah, serta argumen-argumen yang menentang gagasan tersebut.

Argumen Mendukung Sertifikasi Juru Dakwah

  1. Menjamin Kualitas dan Kompetensi
    Sertifikasi bertujuan untuk memastikan bahwa juru dakwah memiliki standar kompetensi tertentu dalam memahami dan menyampaikan ajaran agama. Di tengah maraknya informasi agama yang tersebar, termasuk yang keliru atau menyesatkan, penting untuk memastikan bahwa dakwah yang disampaikan memiliki landasan keilmuan yang kuat dan sesuai dengan ajaran agama. Dengan sertifikasi, juru dakwah akan diuji kemampuannya dalam memahami kitab suci, hadits, dan hukum-hukum agama serta cara menyampaikannya dengan hikmah.

  2. Mencegah Penyebaran Paham Radikal
    Dalam beberapa kasus, juru dakwah yang tidak memiliki pemahaman agama yang mendalam berpotensi menyampaikan ajaran yang menyimpang atau bahkan radikal. Sertifikasi dapat menjadi salah satu mekanisme untuk meminimalkan risiko ini dengan memberikan pelatihan dan pengawasan terhadap isi dakwah yang disampaikan. Hal ini akan menciptakan suasana keberagamaan yang lebih damai dan harmonis di masyarakat.

  3. Meningkatkan Profesionalisme
    Seiring berkembangnya zaman, profesi juru dakwah juga diharapkan memiliki standar profesionalisme tertentu. Sertifikasi dapat menjadi pengakuan formal atas kompetensi seorang juru dakwah, sehingga mereka dapat lebih dihargai dan mendapatkan kepercayaan masyarakat. Profesionalisme ini mencakup kemampuan berkomunikasi yang baik, etika dakwah, serta pemahaman terhadap konteks sosial dan budaya audiens.

  4. Melindungi Umat dari Dakwah yang Tidak Bertanggung Jawab
    Tanpa adanya mekanisme sertifikasi, masyarakat rentan terhadap penyebaran ajaran agama yang tidak bertanggung jawab. Beberapa juru dakwah mungkin hanya bermodalkan popularitas tanpa memiliki ilmu agama yang mumpuni. Dengan adanya sertifikasi, masyarakat dapat lebih selektif dalam menerima dakwah dan merasa lebih yakin terhadap kredibilitas juru dakwah.

  5. Adaptasi terhadap Tantangan Modern
    Dunia dakwah kini tidak hanya terjadi di mimbar-mimbar masjid, tetapi juga di platform digital seperti media sosial. Ini menuntut juru dakwah untuk memahami dinamika digital dan etika dalam berkomunikasi di ruang publik. Sertifikasi dapat mencakup pelatihan terkait penggunaan media digital secara bijak untuk menyampaikan pesan agama yang positif dan membangun.

Argumen Menolak Sertifikasi Juru Dakwah

  1. Dakwah adalah Tugas Semua Muslim
    Dalam Islam, setiap Muslim memiliki tanggung jawab untuk berdakwah sesuai kapasitasnya. Membuat dakwah sebagai profesi yang memerlukan sertifikasi dapat dianggap membatasi peran umat Islam dalam menyampaikan ajaran agama. Ini dapat menimbulkan kesan bahwa hanya individu yang bersertifikat yang berhak berdakwah, sehingga mengurangi semangat dakwah di kalangan masyarakat umum.

  2. Risiko Monopoli dan Politisasi
    Sertifikasi juru dakwah dapat menimbulkan kekhawatiran adanya monopoli oleh pihak tertentu, seperti pemerintah atau organisasi tertentu, yang menentukan siapa yang berhak berdakwah. Hal ini dapat berujung pada politisasi dakwah, di mana isi dakwah diatur sesuai dengan kepentingan pihak yang berwenang. Dalam jangka panjang, hal ini dapat merugikan independensi dakwah dan kebebasan beragama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline