[caption caption="Menilik pariwisata Kalbar bersama Datsun Risers Expedition. (Foto: Benny)"][/caption]"Santai saja selama mengikuti Datsun Risers Expedition ini. Anggap saja kita lagi touring."
Suara itu terdengar dari radio komunikasi di pojok kiri dashboard mobil Datsun Go yang saya kendarai. Entah suara siapa itu, pastinya menyadarkan saya agar juga menikmati wisata selama mengikuti etape tiga Datsun Risers Expedition (DRE) di Kalimantan Barat (Kalbar). Tidak sebatas fokus menjajal dan merasakan performa kendaraan modern ini, tapi juga pasang mata di setiap destinasi.
Apalagi, semua titik tujuan senantiasa berhubungan dengan obyek wisata maupun obyek potensial wisata di Kalbar. Tapi bagi saya, sekadar menyambangi lalu foto-foto, tak akan memberi manfaat apa-apa. Itu sebabnya saya berusaha memakai kacamata kritis saya untuk mengamati wisata di Kalbar meskipun dari pandangan sekilas.
Pontianak; Tugu Equator, Masjid Tua, Istana Kayu, Lapak Oleh-oleh dan Museum Provinsi
Obyek wisata yang dikunjungi Tim DRE di Kalbar pertama kali adalah Tugu Khatulistiwa di Jalan Khatulistiwa. Kendaraan harus diarahkan lebih dulu sekitar tiga kilometer dari kota Pontianak ke arah Mempawah. Dua jembatan penjang pun harus kami lewati untuk menyeberangi Sungai Kapuas dan Sungai Landak.
Sejujurnya, saya tidak tahu kapan akan tiba di ikon kota Pontianak yang saya kenal lewat pelajar Ilmu pengetahuan Sosial di bangku Sekolah Dasar tersebut. Sebab hanya satu atau dua rambu yang saya lihat yang membantu wisatawan mengarah ke tugu yang mulai dibangun pada tahun 1928 itu. Bisa dibayangkan jika saya mengendarai sendiri di Pontianak tanpa ikut DRE, pasti akan bolak-balik bertanya di jalan atau membuka GPS.
Tiba di halaman parkir yang belum tertata rapi, saya sempat berpikir, seperti inikah tempat yang diimpikan anak-anak SD di seluruh Indonesia? Terlalu sederhana dari luar, dan tak jelas konsepnya. Apa mungkin karena penggagasnya orang Belanda, sehingga tidak jelas arah pengembangannya?
[caption caption="Melipir ke Tugu Khatulistiwa yang asli ada di dalam. (Foto: Benny)"]
[/caption]
Saya kemudian memasuki ruangan yang lebih menyerupai museum display sejarah Tugu Khatulistiwa. Dari sinilah saya mulai memahami tahapan yang telah dilakukan dengan tugu ini, mulai pertama dibangun tahun 1928 yang hanya berbentuk tonggak dengan anak panah, hingga direnovasi dengan pembuatan kubah untuk melindungi tugu asli serta pembuatan duplikat tugu dengan ukuran lima kali lebih besar dari tugu yang aslinya. Bagunan yang saya lihat sekarang merupakan peresmian renovasi pada tanggal 21 September 1991.
Hampir semua informasi yang ditampilkan menarik perhatian saya sebagai peminat sejarah dan geografi. Tapi pengemasannya masih terlalu biasa di era digital dan plasma seperti saat ini. Memang butuh dana yang tidak sedikit untuk memperkaya konten dan mempercantik display materi.
[caption caption="Atraksi Menegakkan telur ayam yang bikin penasaran. (Foto: Benny)"]
[/caption]