[caption caption="Saat makan siang para risers dari DRE etape ketiga di Pontianak. (Foto: Benny)"][/caption]Apalah artinya ngetrip tanpa menikmati kuliner setempat? Sehingga, saya selalu menunggu moment icip-icip makanan di luar hotel dan nasi boks saat mengikuti Datsun Risers Expedition etape 3 di Pontianak, Kalimantan Barat, pada 26-29 Januari lalu. Betapa bahagianya ketika akhirnya rombongan DRE mengarahkan stir ke arah Restoran Pondok Nelayan di Jalan Gajah Mada.
Beres parkir Datsun Go hitam yang menjadi menemani kami selama jelajah Kalbar, saya langsung masuk ke restoran yang sudah mulai dikunjungi tamu untuk makan siang. Interior ruangan tertata sederhana. Dengan display krupuk dan sambal gratis di pintu masuk seperti layaknya restoran ramen.
[caption caption="Menjelang Imlek, suasana Pondok Nelayan pun dihiasi ornamen Imlek. (Foto: Benny)"]
[/caption]Kami menempati ruangan memanjang di sayap kiri karena jumlah anggota rombongan lebih dari 20 orang. Saya disodori menu untuk memilih minuman karena untuk makanan sudah dipilihkan panitia. Awas, kalo pilihan panitia nggak enak. Saya kutuk jadi ikan patin, rutuk saya dalam hati. Tertarik namanya, saya pun memilih minum lemon madu.
Di atas meja panjang, akhirnya terhidang satu per satu menu yang dipesan. Nasi tentu saja yang pertama, menyusul cah kangkung, jungle fern pakis, ayam saus, ikan jelawat, dan tim ikan salju. Yang paling membuat semua orang bertanya-tanya adalah tim ikan salju, karena penyajiannya pun unik di atas kompor steam portable.
[caption caption="Mencicipi ikan salju yang lezat. (Foto: Benny)"]
[/caption]Saya harus sedikit bersabar untuk mencicipi daging ikan salju. Sekadar informasi, menu ini di beberapa restoran China sering juga disebut steam cod fish. Disebut Ikan salju karena memang ikannya dipakai ikan cod ataupun chilean sea bass import dari daerah bersalju. Jangan ditanya rasanya. Begitu lembut dan lezat. Pengennya sih saya pesan satu porsi untuk sendiri. Tapi mahal. Di restoran china ikan ini senantiasa disajikan dengan stim/tim/kukus. Ciri khas ikan ini adalah bewarna putih bagaikan salju, mulai dari sisik,daging sampai tulangnya.
Selain dagingnya yang tak amis, saya juga menyukai kuah ikan salju yang segar. Entah bumbu apa yang dipakai, kuah ikan salju ini memang sangat menyatu dengan cita rasa ikan itu sendiri. Saya tak yakin jika kuahnya tak selezat ini, ikan salju akan mejadi hidangan favorit saya di restoran ini.
Selain kelezatan ikan salju, saya juga amat menikmati ikan jelawat bakar yang bentuknya memanjang itu. Saya benar-benar membuang sikap jaim di meja makan, dan berhasil mengambil sebanyak mungkin daging ikan yang rasanya lezat saat menempel di lidah.
[caption caption="Menu santap siang komplet dengan ikan jelawat. (Foto: Benny)"]
[/caption]Ikan jelawat merupakan ikan perairan sungai dan danau khas Semenanjung Melayu dan Kalimantan. Ukuranya di luar ikan air tawar umumnya, bisa mencapai 60 cm. Karena rasanya yang lezat, harga ikan jelawat terbilang mahal. Keistimewaan ikan ini, sisiknya juga bisa dinikmati. Kalau mau dinilai, menu ikan jelawat ini adalah yang paling khas lokal dibandingkan yang lain.
Dengan dicampur cah kangkung yang lezat makan siang dengan ikan salju dan ikan jelawat di kota Pontianak jadi sensasi yang berbeda. Belum lagi sambal terasinya yang nendang banget di lidah. Tak lama kemudian piring berisi oseng-oseng pakis pun mampir ke depan saya. Tanpa menunggu lama saya menyendokinya ke piring saya.
[caption caption="Pengen lagi makan ikan jelawat ini. (Foto: Benny)"]
[/caption]Rasanya khas, membuat saya ingin menyendoki terus tumis pakis yang tersaji. Sayang porsinya terbatas dan harus berbagi dengan lainnya. Nanti deh, saya cari di Bandung menu pakis ini. Semoga rasanya selezat di Pondok Nelayan.
Saya menutup makan siang dengan menyeruput lemon madu yang saya pesan. Rasanya sih ternyata tak seistimewa yang dibayangkan. Hanya karena dicemplungkan es, jadi menyengarkan tenggorokan. Rasanya, saya akan memilih minuman lain jika ke restoran ini.