[caption id="attachment_344342" align="alignnone" width="640" caption="Kawasan tambang Newmont Nusa Tenggara yang senyap sejak 6 Juni 2014. (foto: Benny Rhamdani)"][/caption]
Pagi begitu berawan saat saya mulai keluar dari town site, tempat saya dan beberapa teman blogger dan kru TV menginap, menuju kawasan tambang PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT), Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Jumat (23/6). Padahal semalam saya berharap langit cerah agar bisa menangkap foto-foto berlatar langit biru.
Awan mendung menambah kesunyian tambang yang berhenti operasinya sejak 6 Juni lalu. Seperti sudah disiarkan secara luas, PT NNT secara resmi telah menyampaikan bahwa perusahaan dalam keadaan kahar sesuai Kontrak Karya karena adanya penerapan larangan ekspor yang membuat perusahaan tidak dapat melakukan kegiatan produksi. Untuk meminimalkan biaya pengeluaran dan kesiapan perusahaan untuk kembali beroperasi, sekitar 80 persen dari 4.000 karyawan di Batu Hijau dalam status stand-by dengan pemotongan gaji mulai 6 Juni 2014.
Sepanjang jalan dengan menumpang mobil khusus, saya melihat kesenyapan. Bangunan-bangunan nyaris tanpa pekerja. Jajaran kendaraan raksasa tampak bingung karena terparkir begitu saja, sementara jauh-jauh hari sebelumnya mereka begitu giat beroperasi di kawasan ini. Barulah ketika kami kian mendekati lokasi penambangan (pit), saya mulai melihat beberapa haul truck melintas di jalan berdebu. Truk-truk monster itu mengangkut bebatuan menuju satu titik penimbunan.
[caption id="attachment_344345" align="aligncenter" width="512" caption="Lebih dari 100 haul truck berjajar rapi menunggu beroperasi lagi. (foto: benny rhamdani)"]
[/caption]
“Total haul truck di sini 111 buah. Saat ini 103 haul truck harus stand by. Hanya 8 haul truck yang beroprasi. Itu pun bukan untuk proses produksi, tapi pemeliharaan lokasi (care and maintenance) yang berpotensi terjadi longsor di atas pit,” jelas Arie Burhanudin, Spesialis Media Relation PT NNT, yang menemani kami berkunjung ke pertambangan ini.
Saya dan teman-teman blogger serta media TV akhirnya berhenti sesaat di satu anjungan untuk mengambil gambar di sekitar lokasi penambangan. Sayangnya, kami tidak diperkenankan melihat lubang terbuka dengan diameter 2.500 meter, kedalaman yang sudah dikeruk mencapai 545 meter atau 240 meter di bawah permukaan laut lantaran keamanan dan rawan longsor.
Kami kemudian menuju pabrik pengolahan yang tak kalah sepinya dari pit. Benar-benar seperti pabrik berhantu. Tak ada suara deru mesin maupun hiruk pikuk pekerja. Hanya sesekali kami mendengar suara elang berteriak di angkasa.
[caption id="attachment_344352" align="aligncenter" width="448" caption="Pabrik pengolahan yang sepi seperti berhantu. (foto: Benny Rhamdani)"]
[/caption]
Padahal saat beroperasi, suara mesin terdengar nyaring sehingga setiap karyawan harus menggunakan earplug. Jumlah karyawan di bagian ini 700 orang, ditambah 300 karyawan kontrak. Pada kondisi kahar, tinggal 35 orang yang tersisa untuk care and maintenance. Itu pun dibagi shift siang dan malam. Jika kondisi PT NNT kembali nomal, perlu waktu tiga minggu untuk pemulihan pabrik tersebut.
Menurun Drastis