Lihat ke Halaman Asli

AHMAD ASSAEBANI

Cuman Bisa Fanny

Pertama Kali Menginjakkan Kaki di Pondok Pesantren

Diperbarui: 20 Oktober 2020   16:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Assalafi Miftahul Huda nama pesantrennya di pimpin oleh: KH. Munir Abdullah bertempat di Ngroto, Gubug, Jawa Tengah

Seperti aku 10 tahun yang lalu, saat pertama kali mengenal Pondok Pesantren dan menghabiskan hari-hariku dalam lingkaran baru yang sama sekali asing bagiku.

Deretan asrama yang berjajar-jajar, ubin-ubin kotak berwarna cokelat, tumpukan kitab yang sedikit berserakan,Dan seperti ku kira sebelumnya, sejak masuk pesantren aku tidak lagi bisa bermain-main sebebas waktu di rumah dulu. Semua aktifitas pasti dibatasi dengan jadwal-jadwal yang telah ditetapkan oleh pengurus.

Awalnya aku sendiri merasa ragu dengan keputusan ayah mengirimkanku ke pondok pesantren. Di mana ketika banyak dari temanku melanjutkan study ke sekolah-sekolah Negeri yang begengsi, sementara aku harus berpisah dengan mereka dan lebih memilih dunia baru dengan teman-teman baru yang asing bagiku.

Yang aku ingat ketika itu, beliau hanya berkata "Wes tho seng penting manut wong tuo, belajar birrul walidain"

Mungkin tak akan ada yang percaya, jika ketakutanku pada "mondok" ketika itu lebih menggelisahkanku ketimbang saat aku diantar ayah pergi ke dukun calak sebelah kampungku untuk disunat ujung dagingku.

Jika saja aku tidak ingat betapa aku meronta-ronta minta pulang waktu ayah "menilapku" sore itu, mungkin tak akan kucium punggung telapak Kang Mustofa yang saat itu dengan susah payah memegangi tanganku agar tidak "mberot" lari dari pondok sampai kemudian beliu mengajakku jalan-jalan dan menghiburku.

betapa agung teladan Kiyai-kiyai sepuh terdahulu. Saat pertama kali seorang santri meminta izin kepada sang kiyai untuk menjadi muridnya, bukan pengajian kitab yang mula-mula beliau berikan, tapi perintah untuk membersihkan got, menimba air di kolam wudu, atau menyalakan lampu setiap petang.


Dari sini, aku bisa merasakan masa-masa pahit harus berpisah dari orang tua di usia yang masih belia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline