Lihat ke Halaman Asli

AHMAD ASSAEBANI

Cuman Bisa Fanny

Cerita Kehidupanku Selama Merantau di Kota Surabaya

Diperbarui: 16 Oktober 2020   15:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

AHMAD ASSAEBANI


Surabaya, kota yang aku tinggali selama tiga tahun ini adalah kota dimana menjadi saksi perjuanganku melawan kerasnya hidup untuk mengejar apa yang menjadi tujuanku. Tidak mudah melalui dan menjalani hidup di kota ini. Dimana aku harus melewati berbagai rintangan kehidupan yang begitu bekerasnya. Tapi tak apa, aku yakin pasti Tuhan memiliki rencana yang jauh lebih indah suatu hari nanti.

Kota Surabaya adalah kota bagiku untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Karena saat itu aku berencana bahwa dari hasil kerja keras ku selama tiga tahun nanti akan aku gunakan untuk keperluan biaya hidupku dan biaya perkuliahanku di Surabaya. Sebelum berkuliah aku bekerja di PT.EMAS GLOBAL INTERNASIONAL selama tiga tahun dan sampai sekarang. Setelah berhasil mengumpulkan pundi-pundi rupiah itu selama tiga tahun walaupun tak seberapa, aku langsung daftar untuk berkuliah di STIAMAK Barunawati Surabaya. Dan saat ini aku menjadi seorang mahasiswa semester satu di kampus itu.

Disini aku akan sedikit bercerita dan memberi gambaran mengenai perjalanan hidupku saat menjadi seorang perantau yang dimana aku harus pintar memutar otak bagaimana caranya agar aku dapat bertahan hidup. Mulai dari urusan makan, urusan tersebut sudah menjadi problematika bagi seorang anak rantau. Apalagi rantaunya di Surabaya yang apa-apa mahal.

Untuk sehari-harinya aku menghabiskan uang makan sebesar Rp30.000,00 selain itu, aku juga menghabiskan uang untuk rokok. Karena aku seorang perokok aktif, biasanya aku menghabiskan dua bungkus rokok dalam sehari, dimana harga satu bungkus rokok itu sebesar Rp25.000,00 berarti jika ditotal dalam sehari menjadi Rp50.000,00. Tetapi bagi saya selagi masih hasil keringat sendiri don't worry and be happy.
Selain untuk biaya makan, ada lagi biaya-biaya lainnya seperti biaya transportasi, biaya kos, biaya laundry, dan biaya-biaya untuk perkuliahan lainnya.

Lebaran Tidak Pulang

Berkumpul bersama keluarga besar di hari fitri merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi setiap orang. Terutama bagiku yang harus tinggal jauh dari sanak keluarga demi mengejar cita-cita di tanah rantau. Momen lebaran adalah satu hal spesial yang dinanti-nanti.Namun, tak semua orang yang merantau bisa pulang kampung pada lebaran di setiap tahunnya. Ada banyak sekali alasan mengapa bagiku tidak bisa mudik. Tentu raut kekecewaan dan gambaran di hari lebaran yang begitu sunyi dan sepi.

Satu dua alasan terkait pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Semisal bisa ditinggal itu juga tidak bisa lama. Kedua, waktu yang tidak memadai. Libur lebaran yang diberikan dirasa tidak cukup untuk pulang pergi ke kampung halaman. Karena kebetulan kampung halamannya jauh. Dan ketiga, sedikit konyol memang, tidak mudik karena malu.

Seperti pepatah ARMADA mengatakan, PULANG MALU TAK PULANG RINDU.


Semoga dari ceritaku ini, bisa menjadi pelajaran buat kalian untuk jangan pernah takut ketika akan merantau. Karena semua sudah ada yang ngatur. Kita hanya bisa optimis, ikhtiar, dan tawakkal setelah kita berusaha dengan kemampuan yang kita miliki masing-masing. Selain itu, pesan terakhir dariku bagi anak rantau lainnya untuk bisa mengelola keuangan dengan baik. Dan jangan lupa untuk terus mendoakan orang tua meskipun kita jauh darinya. Terimakasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline