"Genta-Genta Mendut" Merangkul Dunia Karya Epi Martison.
Mendaki bukit dengan melewati seribu lebih anak tangga di Negara Gajah Putih Thailand beberapa tahun yang lalu menjadi catatan tersendiri bagi Epi Martison . Ia seakan tak pernah berhenti untuk terus menggali kemampuan diri, mengasah, membolak balik segala sesuatu yang ditemui menjadi bunyi.
Di puncak bukit itu, saat engahan nafas masih terdengar sesak, bulir keringat masih membasahi tubuhnya, Epi dikagetkan dengan pajangan rapi ribuan genta-genta. Mulai ukuran yang sangat kecil sampai ukuran yang sangat besar. Semua itu membuat Epi takjub. Sehingga perjalanan hari itu tidak mudah ia lupakan. Hal itu dibuktikan Epi dengan melahirkan karya music barunya dengan berjudul" Genta-Genta Mendut", yang tampil pada Borobudur Writer Cultural Festival (BWCF) 2021.
Renungan Epi Martison selama sekian tahun akan Genta-genta yang diawalinya dari puncak salah satu bukit di Negara Gajah Putih itu, menuai kegelisahan yang tak pernah berhenti. Ia seakan menghirup energy magis yang menulusup ke dalam pori-pori tubuhnya, tumbuh dan berkembang terus seiring dengan ruang-ruang inovasi tanpa henti.
Semua itu terus berdenyut kencang beiringan dengan dentuman, lenguhan, gemericik, pekikan alam yang mendesak imajinya, untuk melahirkan suara hati pada kumpulan langkah-langkah diri sebagai seorang seniman music yang tidak diragukan lagi.
Walau Epi Martison dilahirkan dari sebuah kota kecil Baserah Riau, akan tetapi pada karya musiknya "Genta-Genta Mendut", ia tidak menunjukkan ritme kedaerahannya. Ia begitu asyik menikmati aura bunyi genta-genta dan alat music lainnya, yang semua itu banyak berasal dari berbagai music-musik tradisi Nusantara.
Dari pertunjukan karya ini, Epi seakan menunjukkan jati diri yang merangkul, menawarkan berbagai hal. Baik dalam pola garapan music itu sendiri maupun konsep kebebasan dalam menginterpretasikan bunyi-bunyi alat music Nusantara yang kaya makna dan filosofi akan budaya-budaya local yang kuat.
Epi seakan mengajak semua mengarungi lautan bunyi tanpa batas. Melahirkan bunyi dalam berbagai imaji, merangkul berbagai disiplin ilmu baik tari maupun disiplin ilmu music itu sendiri. Semua unsur itu menyatu dalam sensivitas bunyi dari setiap bagian karya yang dimunculkan.
Tak terasa kita dibawa melayang-layang pada nuansa dunia tradisi yang kuat. Hal itu didorong oleh berbagai latar belakang area lokasi Candi yang kita tau menyimpan berbagai misteri dan pembelajaran tentang hakiki kehidupan sebenarnya di masa lampau sekarang dan di masa yang akan datang. Sehingga kemunculan awal karya ini, telah membuat kita merinding, menarik kita untuk selalu diam mengikuti setiap bagian karya ini sampai selesai.
Di halaman sebuah Candi Epi Martison berdiri memakai kostum berwarna serba hitam dengan seutas benda berbentuk cambuk di tangan kanan, dan sebuah cawan di tangan kiri yang menengadah ke langit. Saat itu Epi berdiri dengan bertumpu pada satu kaki kanan dan kaki kiri yang terangkat meregang tegang ke depan. Cambuk ia kibaskan dengan semua badan meronta kuat dan tegas.
Sebuah adegan pembuka yang menyentak seiring bunyi music yang nyaris mengagetkan. Sekilas adegan itu menunjukkan bahwa Epi juga seorang penari yang menyelesaikan jenjang pendidikan tarinya baru-baru ini.