Lihat ke Halaman Asli

Yana, Pejuang Pancasila yang Menjaga Buku-buku Kiri

Diperbarui: 9 Januari 2019   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagian depan toko buku milik Yana. Dokumentasi penulis

Isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) belakangan merebak di masyarakat. Pemicunya ketika Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia memfasilitasi simposium nasional bertema “Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan” di Hotel Aryaduta Jakarta, 18-19 April 2016.

Ketua panitia acara itu tak lain ialah Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo, putra Pahlawan Revolusi Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo. Agus juga menjabat sebagai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional. Acara itu juga menggandeng Forum Silaturahmi Anak Bangsa.

Pasca berlangsungnya acara itu, banyak orang membicarakan Komunis dan PKI. Ada pro-kontra dari isu itu. Sebagian besar pihak kontra selalu mengaitkan dengan kejahatan PKI. Kejahatan yang dimaksud adalah dicurigainya PKI menjadi dalang pembantaian 10 prajurit TNI yang kemudian mendapat gelar Pahlawan Revolusi.

Sementara yang pro, lebih banyak menyuarakan tentang kemanusiaan dan fakta-fakta sejarah yang menurut mereka dibelenggu selama kediktatoran Soeharto berkuasa selama 32 tahun. Tidak hanya di dunia nyata, dunia maya pun juga ramai oleh isu itu.

Pihak militer langsung bergegas mengambil sikap. Militer ketakutan bukan main. Seakan tidak ada arti latihan fisik yang mereka lakukan selama bertahun-tahun di dunia kemiliteran. Mereka takut pada kebenaran. Pada kenyataan. Pada kejujuran. Bahwa ternyata telah terjadi pelanggaran HAM berat atas hilangnya jutaan nyawa.

Diskusi dibubarkan oleh militer. Nonton bareng sebuah film juga dibubarkan. Orang-orang yang mengenakan atribut Komunis, palu dan arit, serta PKI di tangkap. Kekonyolan yang sangat menggelitik tatkala dua aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) Maluku Utara, Adlun Fikri dan Yunus Al Fajri ditangkap karena mengenakan kaos PKI alias Pecinta Kopi Indonesia. Di mana hubungan pecinta kopi dengan komunis? Di mana akal sehat?

Pada Jumat 13 Mei 2016, mereka dibebaskan oleh Kepolisian. Namun keduanya masih dikenai wajib lapor.

Tidak sampai di situ, belakangan juga marak penyitaan buku-buku yang disebut beraliran kiri. Buku-buku bergambar palu arit disita. Buku yang ada judulnya Marxisme, Leninisme, komunis, PKI, G 30 S, diambil paksa. Sebuah tindakan yang tidak terpuji dan tidak patut ditiru ketakutan seperti itu.

Minggu 15 Mei 2016, bersama seorang teman kami jalan-jalan ke toko buku. Sebuah toko kecil yang menjual buku-buku bekas terlihat sepi. Di rak kaca toko itu terpampang buku-buku lawas. Judul-judul bukunya berbau kiri. Mulai dari buku tentang Tan Malaka, Marxisme, Komunis, dan PKI terlihat jelas dari luar kaca.

Tapi yang menarik perhatian saya adalah buku berjudul Hoakiau Indonesia yang ditulis Pramoedya Ananta Toer. Itu karena memang aku adalah pramisme.

Yana (50) adalah pemilik toko itu. Sementara temanku sibuk mencari buku, aku bergegas mengeluarkan kamera dari tas. Kuambil gambar dari beberapa sudut. Setelah itu duduk di depan toko.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline