Pada tanggal 24 Februari 2022 merupakan hari pertama dimana Rusia melakukan invasi kepada Ukraina. Dampak yang diberikan puntidak hanya bagi kedua negara tetapi hampir seluruh negara di Dunia. Dilansir dari harian Kompas tanggal 20 Februari 2023, kurang lebih ada 22 negara yang terdampak perang ini terkait dengan kebijakan anggaran negara. Indonesia menjadi salah satu negara yang disebut oleh kompas. Sudah banyak respons negara-negara terkait perang ini. Hasilnya pun tidak mampu menghentikan perang ini.
Kini telah ada 8 juta pengungsi yang tersebar di negara-negara eropa. 1 tahun perang di Rusia dan Ukraina mengajak kita semua untuk sejenak berefleksi terkait kemanusiaan dari perang. Pertanyaan dasarnya adalah siapakah kita manusia? Apakah arti penderitaan? Hal-hal ini semua merupakan masalah terkait eksistensi manusia dan sumber kekhawatiran selanjutnya. Dimanakah sinodalitas manusia?
Kekuasaan tanpa belas kasih.
Dengan dasar keinginan yang fana, manusia telah jatuh dalam haus akan kekuasaan. Itulah yang merupakan dasar mengapa manusia menyerang manusia demi mendapat kekuasaan. Demi mendapat kekuasaan angan-angan itu manusia rela membunuh ribuan dan jutaan jiwa orang, seperti perang dunia 1 dan perang dunia 2 yang menghasilkan 95 juta korban.
Perang Vietnam, bahkan juga korban perang rusia-ukraina, yang telah menghasilkan 7199 korban yang tidak berdosa. Mereka merupakan korban penyalahgunaan kekuasaan. Patutlah ditekankan kata "Korban penyalahgunaan kekuasaan". Belum lagi, mereka yang terdampak secara materil. Terdapat dampak yang panjang akibat perang ini. Terutama, di masa pemulihan pasca pandemi C-19.
Para penguasa seharusnya menyadari bagaimana perang sangat berdampak pada umat manusia. Memang, telah dilakukan banyak sekali perundingan bahkan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, telah bertatap muka dengan Presiden Ukraina, Vlodimir Zelensky, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Tapi, tampaknya belum ada hasil yang cukup cerah. Alih-alih menghentikan perang, perang rusia-ukraina malah menjadi sarana untuk menunjukan teknologi militer yang dimiliki negara, terutama negara NATO dan Rusia.
Sarana-sarana teknis yang tersedia dalam perang ini menjadi sarana penghancuran melalui konflik militer. Jika begini terus masakan para penguasa dengan senang hati melihat rakyatnya terus menderita dengan hujan artileri dan bom seraya minum secangkir anggur sambil duduk di Balkon rumah dinas? Dimana letak hati penguasa itu?
Kemanusiaan yang Kurang Diasah.
Menurut data korban dari dewan komisaris PBB untuk HAM, total korban warga sipil adalah 18. 483. Itu belum termasuk mereka yang mengungsi ke negara lain. Dapat dibayangkan bagaimana keluarga mereka yang berpisah oleh kekejaman perang. Anak-anak yang menjadi korban, yang menurut dewan komisaris PBB untuk HAM ada 400 anak-anak yang menjadi korban meninggal akibat perang ini.
Bayangkan saja, mereka, yang merupakan masa depan bangsa, tidak hanya Ukraina tetapi juga dunia, harus menemui ajal di Usianya yang masih muda. Padahal, mereka dapat menjadi orang-orang besar di Dunia. 400 orang itu bisa saja merupakan calon penemu teknologi, atau presiden yang mengubah dunia. Ada ratapan ibu yang melihat anaknya meregang nyawa, dan ada ratapan anak yang menyaksikan kedua orang tuanya meninggal akibat kekejaman perang.