Lihat ke Halaman Asli

Meritokrasi Politik dan Politik Identitas di Indonesia

Diperbarui: 25 Oktober 2017   21:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun 2018 tepatnya pada bulan Juni 2018, secara serentak akan terdapat 171 daerah yang akan menggelar pilkada yang merupakan Pilkada terakhir setelah sebelumnya di tahun 2017,  menjelang pesta demokrasi Pemilihan anggauta legislatif dan Pemilihan Presiden 2019

Apakah tren pemilihan calon lebih kepada yang memiliki kemampuan dan kualifikasi yang terbaik untuk menduduki suatu posisi atau lebih dikenal dengan meritokrasi atau hanya sekedar calon yang sesuai dengan keinginan suatu kelompok.

Lelang jabatan publik yang diinisasi oleh Jokowi pada saat beliau menjadi Gubernur terpilih pada tahun 2014 di lingkungan pemda DKI bersama Basuki Cahaya Purnama yang merupakan wakil Gubernur, merupakan trobosan proses meritokrasi yang belum pernah terjadi di Indonesia, dimana seorang kandidat dipilih berdasarkan kompetensi, pengalaman dan prestasi secara terbuka dan transparan.

Budaya meritokrasi dapat menularkan nilai-nilai berpolitik yang mampu meningkatkan partisipasi publik dalam tatanan politik modern berdemokrasi.

Tren baru sejak era Jokowi ini yang juga mengatar beliau menjadi  pemenang pada Pilpres 2014, adalah proses dimana beliau maju secara bertahap mulai dari jenjang Walikota, Gubernur hingga tingkat nasional merupakan proses meritokrasi yang sebenarnya  yaitu secara bertahap seseorang memulai dari jenjang rendah untuk kemudian menanjak seiring waktu, pengalaman dan prestasi. Tren ini kemudian lebih dikenal sebagai "The Jokowi's ways" 

Apa itu Politik Identitas

Harus kita akui secara jujur  rekam jejak seseorang secara meritotrasi dibeberapa daerah  kurang berhasil atau bahkan tidak berhasil, hal ini disebabkan karena begitu besarnya pengaruh politik identitas apalagi bila digalang secara masif, contoh konkrit apa yang terjadi di Pilkada DKI 2017 yang baru saja berlalu, suka tidak suka politik identitas yang cenderung mengarah ke isu SARA berperan sangat kuat bahkan terkristalisasi sedemikian rupa sehingga memberikan tekanan psikologis kepada masyarakat pemilih, asal jangan incumbent. Cara berpolitik semacam ini sebenarnya akan menggerus demokratisasi yang mulai bergulir pasca era reformasi pada tahun 1998.

Tidak dapat dipungkiri bahwa proses demokrasi juga akan berjalan beriringan dengan gejala penguatan politik identitas, tetapi dalam kadar tertentu politik identitas bisa menimbulkan dampak yang sama sekali berlawanan dengan tujuan demokrasi, sebagaimana contoh diatas yang terjadi di DKI yaitu politik identitas yang kebablasan.

Hal lain yang juga perlu dicermati adalah masalah mikro politik yaitu relasi-relasi penguasaan dalam praktek kehidupan sehari-harinya mengaku sebagai rezim kebenaran yang dikelola secara terstruktur dan diikut sertakan dengan  membangkitkan emosi masyarakat sehingga terjadi marjinalisasi sampai munculnya label "the other" seperti ; perbedaan agama, perbedaan gender, perbedaaan etnis dll.

Bagaimana seharusnya politik identitas dicermati oleh masyarakat khususnya menjelang Pileg dan Pilres 2019 ? , Haruskah politik identitas dibiarkan hidup didalam sistim politik demokrasi di Indonesia yang bisa jadi akan mengancam Hak dan Kebebasan sipil, mungkinkah kedamaian kehidupan sosial akan bisa kondusif, karena lagi-lagi kalau kita amati bersama fenomena yang terjadi saat ini, sebagai akibat terjadinya politik identitas pada Pilkada DKI 2017 walaupun pilkadanya telah usai, tetapi masyarakat sudah dan masih terbelah, tidak hanya di DKI tetapi juga terjadi didaerah-daerah lain sebagai imbasnya.

Bahkan keberhasilan penerapan politik identitas di DKI pada Pilkada 2017, telah menjadi raw model bagi beberapa daerah untuk menggunakan politik identitas sebagai pondasi utama bagi setiap kontestan untuk memenangkan pertarungan politik formal dan informal.  Partai-partai sudah tidak lagi menjadi representasi dan wadah maupun alat untuk poses konsolidasi, dan komunikasi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline