Jika secara statistik dilakukan analisa korelasi antara musik rock dan Yesus Kristus, bagaimana hasilnya? Bisa jadi hasil yang diperoleh adalah korelasi negatif. Artinya, adanya peningkatan/kenaikan dalam kesukaan akan music rock, terkait dengan penurunan keimanan terhadap Yesus Kristus. Demikian pula sebaliknya, ketika keimanan terhadap Yesus Kristus meningkat, maka kenikmatan mendengarkan musik rock akan menurun.
Kenapa saya berpendapat demikian? Karena saat menjadi mahasiswa (1993 -- 1999), beberapa bacaan yang saya konsumsi, juga dalam sesi persekutuan mahasiswa Kristen di kampus, mengajarkan music rock ditunggangi setan, dan mempengaruhi alam bawah sadar pendengarnya untuk memuja iblis dan menjauhi Tuhan. Lihat saja nama-nama band rock yang top di era 60 -- 90an, antara lain : "Judas Priest" (mana ada pendeta yang namanya Judas!), "Black Sabbath", dan "AC/DC" (gosipnya, merupakan singkatan "After Christ/Devil Coming"...Benar tidaknya? Wallahualam). Judul lagunya? Banyak yang menyeramkan, memang. Ini contoh-contohnya : "Shout at the devil", dinyanyikan oleh "Motley Crue", "Highway to hell" dinyanyikan oleh "AC/DC", "Suicide Solution" dinyanyikan oleh Ozzy Ozborne, dan "Sympathy for the devil" dinyanyikan oleh "Rolling Stones".
Maka ketika suatu waktu di era 1990an saya membaca mengenai adanya "Rock Opera Jesus Christ Superstar" (selanjutnya disebut Rock Opera JCS), kepengin tahu juga, seperti apa sih sebuah pentas mengenai Yesus Kristus, yang dibalut dengan musik rock?
Keingintahuan saya akhirnya baru terjawab di tanggal 6 April 2024. Ketika komunitas SMA Kolese Gonzaga, Jakarta, melakukan pementasan Rock Opera tersebut, di Ciputra Artpreneur, dalam dua kali pertunjukan : jam 13:00 dan jam 19:00. Saya menonton di jam 19:00. Saya menghadirinya tanpa melakukan googling apapun sebelumnya mengenai pentas ini. Blank. Saya hanya ingin menikmatinya tanpa ada embel-embel penilaian apapun sebelumnya.
Hasilnya? Saya dipuaskan. Pertunjukan berlangsung memikat. Secara visual maupun audio, penonton benar-benar dimanjakan. Rock opera ini ternyata tidak berkisah seluruh hidup Yesus. Tapi fokus kepada minggu terakhir hingga Yesus wafat disalib. Seluruh lagu yang dibawakan dalam Rock Opera ini menggunakan bahasa Inggris. Jadi, buat saya, tidak semua dialog bisa langsung dipahami saat itu. Saya merasa perlu membaca naskahnya, untuk bisa lebih menikmatinya. Melalui Tokopedia, buku berisi naskah Rock Opera tersebut, berjudul "Jesus Christ Superstar -- The authorized version" saya beli. Selain naskah, buku tersebut juga berisi wawancara dengan duo kreatornya : Tim Rice dan Andrew Lloyd Webber.
Rock Opera JCS : Mosok iya, Yesus seperti ini?
Tim Rice menjelaskan, "We want to emphasize really that Superstar is first and foremost...it's a question, it's not a statement". Inilah, menurut saya, kunci untuk memahami Rock Opera ini. Injil Markus memang menyebutkan Yesus sosok terkenal (Markus 6:14 : "Raja Herodes juga mendengar tentang Yesus, sebab nama-Nya sudah terkenal..." ). Tapi Rock Opera JCS sama sekali tidak bermaksud menunjukkan tindakan, ajaran, ataupun mukjizat Yesus, yang menjadikannya popular. Menurut Injil, Yesus memang sangat populer, terutama di kalangan orang berdosa/pinggiran/tersingkir di masyarakat (antara lain para pelacur, pemungut cukai, maupun penderita segala macam penyakit). Yesus dalam Rock Opera JCS adalah Yesus sebagai manusia biasa tanpa kuasa supranatural, dan sama sekali tidak mengajukan klaim sebagai Anak Allah. Andrew Lloyd Webber menyatakan dengan gamblang bahwa ia memang tidak percaya Yesus adalah Allah.
Jadi, ini bukanlah pentas yang perlu dicocok-cocokkan dengan Injil. Tapi, buat saya yang mengimani Yesus sebagai Allah, saya akui, secara mental membandingkan penampilan di pentas dengan kisah Yesus di Injil.
Contohnya, dalam adegan setelah Yesus menjungkirbalikkan meja para pedagang yang berjualan di Bait Allah, banyak orang sakit yang mengerumuni Yesus, dengan tangan-tangan yang terjulur, diiringi permohonan meminta kesembuhan. Yesus jadi kewalahan, dan meminta dengan keras agar para orang sakit itu membubarkan diri, sambil berteriak, "Heal yourself!". Kerumunan orang sakit itu lalu keluar dari panggung. Sepertinya terkaget-kaget, melihat tanggapan Yesus. Di bagian ini saya mengaku agak kesal. Bukan kesal terhadap penampilan para pemerannya. Komunitas SMA Kolese Gonzaga menampilkan adegan ini dengan sangat excellent. Saya kesal terhadap Yesus yang digambarkan oleh Tim Rice dan Andrew Lloyd Webber dalam adegan ini.
Injil Matius 21:14 memang menyebutkan kerumunan orang buta dan lumpuh yang mendatangi Yesus, setelah peristiwa pembersihan Bait Allah. Tanggapan Yesus versi Injil adalah, "mereka disembuhkan-Nya." Yesus dalam Injil, sependek pemahaman saya, adalah pribadi yang sangat berbelas kasihan terhadap penderitaan orang dengan sakit penyakit. Yesus, justru sering 'menikmati' berbagai 'gangguan' dari orang-orang terpingggirkan dan berdosa, yang mohon kesembuhan ataupun pemulihan.