Mudahnya Naturalisasi Pemain Sepak Bola dan Dukungan KNVB sebagai Bentuk Politik Etis Belanda Jilid 2
Oleh; Benito Rio Avianto
Pecinta & Supporter Timnas Garuda Indonesia
Melihat maraknya perpindahan pemain-pemain sepak bola dengan kualitas unggulan, bahkan masuk dalam grade A, membuat pelatih Tim Nasional Sepak Bola Belanda Ronald koeman angkat bicara. Koeman juga memprediksi bahwa akan ada banyak pemain Belanda yang berpindah kewarganegaraan menjadi WNI jika skuad Garuda terus berprestasi bahkan lolos ke Piala Dunia. "Saya rasa kepindahan kewarganegaraan banyak pemain ini sangat disayangkan. Karena pasti akan lebh banyak pemain yang tertarik bergabung dengan Timnas Indonesia.
saat ini tercatat pemain asal Belanda seperti Ivar Jenner, Rafael Struick, Justin Hubner, Ragnar Oratmangoen, Thom Haye, Nathan Tjoe-A-On, Jay Idzes Sandy Walsh, Maarten Paes, Mees Hilgers dan Eliano Reijnders. Telah berpindah kewarganegaraan menjadi WNI, dan memperkuat Tim Nasional Indonesia, Garuda. Hal ini menarik dicermati, mengingat program naturalisasi ini juga mendapat dukungan dari Koninklijke Nederlandse Voetbalbond (KNVB-Federasi Sepakbola Kerajaan Belanda). Apakah berkembangnya Sepakbola Indonesia yang tengah menuju Piala Dunia 2026 ini merupakan bentuk Politik etis Belanda Jilid 2?
Politik Etis Belanda: Latar Belakang Sejarah
Sebelum pengenalan Politik Etis, pemerintahan kolonial Belanda dikenal dengan kebijakan eksploitasi seperti Cultuurstelsel (Sistem Tanam Paksa) yang diperkenalkan pada awal abad ke-19. Sistem ini mengharuskan petani pribumi menanam tanaman ekspor seperti kopi, tebu, dan nila yang kemudian dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga rendah. Keuntungan dari sistem ini sebagian besar mengalir ke Belanda, sementara banyak penduduk pribumi menderita kelaparan, kemiskinan, dan kekurangan tanah.
Seiring berjalannya waktu, kritik dari dalam negeri Belanda dan dari kelompok humanis mulai mengemuka, terutama setelah terungkapnya penderitaan penduduk pribumi akibat eksploitasi kolonial. Salah satu kritikus terkenal adalah Eduard Douwes Dekker, atau yang lebih dikenal dengan nama pena Multatuli, yang menulis buku berjudul Max Havelaar (1860) yang mengungkapkan penderitaan rakyat Jawa di bawah pemerintahan kolonial.
Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai sadar bahwa mereka memiliki kewajiban moral untuk memperbaiki kondisi kehidupan penduduk jajahan. Kesadaran ini akhirnya mendorong munculnya Politik Etis.
Politik Etis Belanda awalnya dikembangkan pada awal abad ke-20, sebagai kebijakan moral yang mengakui tanggung jawab etis Belanda terhadap wilayah jajahannya, terutama di Indonesia. Melalui politik etis, Belanda bertujuan memberikan pendidikan, infrastruktur, dan kesempatan ekonomi bagi penduduk jajahan. Namun, di balik kebijakan yang tampak altruistik ini, terdapat kepentingan tersembunyi yang tetap berorientasi pada keuntungan kolonial.
Kini, ketika kita berbicara tentang naturalisasi pemain sepak bola di Belanda, fenomena ini dapat dilihat sebagai kelanjutan atau "Jilid 2" dari politik etis yang sebelumnya hanya terfokus pada aspek ekonomi dan sosial. Sepak bola, sebagai salah satu arena global yang paling mencolok, menawarkan kesempatan bagi Belanda untuk menunjukkan keterbukaan dan multikulturalisme, sembari juga mempertahankan dominasi di kancah internasional.