Uli, seorang wanita yang berasal dari sebuah keluarga sederhana dengan cita dan keinginan serta kerja keras yang kuat untuk menggapai impiannya. Maka sangat wajar kalau ia sering mendapat beasiswa semasa mengecap pendidikan. Hingga pada saatnya tiba, ia diterima di sekolah kebidanan PEMKAB Labuhan Batu Rantau Prapat dengan beasiswa yang diperolehnya. Dalam masa kuliah, ia adalah anak yang rajin dan bersahabat dengan semua kalangan. Selama beberapa tahun menimba ilmu di sekolah kebidanan, ia pun lulus dengan prestasi yang membanggakan.
Tibalah saat penempatan (sekitar tahun 1990)
Uli ditempatkan oleh pemerintah kabupaten labuhan batu di sebuah desa yang kecil dan dapat dikatakan pelosok. Desa ini terletak di pulau sumatera, tepatnya di desa sibito;kecamatan aek natas;kabupaten labuhan batu utara. Perlu diketahui, Uli adalah seorang nasrani yang taat dan desa dimana uli ditempatkan adalah desa yang semua penduduknya adalah muslim moderat.
Disana, Uli tinggal di salah satu rumah warga yang kebetulan juga sesama pendatang sebuah keluarga suku jawa. Keluarga ini sangat majemuk dan toleransi beragamanya sangat tinggi sehingga uli pun betah tinggal di tempat keluarga ini.
Awal-awal pengabdiannya sebagai bidan, tentu ia sangat kesulitan beradaptasi dengan warga desa. Warga desa pada masa itu mutlak masih percaya dengan obat-obatan ataupun ramuan tradisional yang tidak jarang berhubungan dengan mistik. Mereka masih percaya dengan dukun, santet dan sejenisnya. Sehingga tidak jarang, mereka menolak Uli di desa itu. Apalagi mereka tahu, uli adalah non-muslim.
Namun uli tidak putus asa. Ia tetap berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan desa dan berusaha untuk menyakinkan warga desa bahwa ia adalah seorang petugas medis resmi yang membantu warga atas segala hal yang berkaitan dengan kesehatan. Dalam setiap usahanya, ia berprinsip bahwa tak ada usaha yang sia-sia. Sehingga lambat laun, dia mulai diterima warga.
Dalam perjalanannya sebagai bidan, Uli juga mengalami kesulitan lain yakni faktor keuangan yang tidak menentu. Bagaimana tidak, ia adalah seorang bidan PTT (belum PNS) dengan gaji yang pas-pasan. Belum lagi ia mengobati warga yang sakit dengan rasa kekeluargaan karena ia adalah sosok yang dermawan. Sehingga tidak jarang mereka mengutang biaya pengobatan dalam tempo yang tidak diketahui. Sakin lamanya, uli kadang terkejut jika ada orang yang mau membayar masih bertanya “berapa biaya pengobatannya buk?”. Uli juga manusia, dia bisa lupa apalagi yang berobat padanya cukup banyak. Tak jarang, Uli pun berkata, “seikhlasnya aja”. Bahkan, ada warga yang membayar biaya pengobatan dengan hasil alam dan peternakannya. Tentu, tak ada ruginya juga.
Selain itu, Uli juga kesulitan dalam melakukan pengobatan. Sering kali waktu istirahatnya terganggu. Ketika ia sedang tidur, ada saja yang memanggil Uli untuk mengobati di desa seberang. Dahulu motor atau kereta (sebutan motor di Sumatera Utara) belum sebanyak sekarang. Sehingga susah untuk berpergian, kalaupun ada pasti kereta yang digunakan adalah kereta yang bunyinya bagikan mesin singso (alat yang digunakan untuk memotong tumbuhan dengan batang yang besar) yang bisingnya bagaikan konser. Siang dan malam sama saja baginya. Ia selalu siap dipanggil untuk mengobati pasiennya. Hal inilah yang membuat warga senang padanya.
Namun, semua kebaikan dan kerja yang Uli lakukan membawa berkat tersendiri untuknya. Hidup di desa, uli sangat terbantu dengan hasil alam yang melimpah di desa itu. Mulai dari buah, sayur, ternak, ikan, hingga hasil buruan pemuda desa seperti rusa dan sejenisnya. Semua itu tentu pernah dinikmati oleh uli. Ditambah lagi ketika lebaran tiba, uli juga menikmati makanan khas lebaran dari kue, dodol, dan lemang. Saat lebaran inilah, Uli banyak menerima puluhan sumpit dodol yang diperoleh dari pemberian warga desa. Begitu juga halnya dengan tahun baru, uli aktif membuat makanan. Pastinya makanan yang hampir serupa dengan kue di bulan lebaran kemarin. Dan, ketika hari minggu tiba, Uli selalu dapat tebengan ke Gereja yang jaraknya jauh dengan medan yang berat pula.
Uli sangat menikmati hidup di desa ini. Ditambah lagi dengan toleransi dan tenggang rasa di kalangan warga sudah sangat baik. Sehingga tak jarang, Uli aktif dalam kegiatan desa seperti acara duka, pesta pernikahan yang diiringi dengan hiburan khas desa ini yaitu “endeng-endeng” hingga acara lain yang berhubungan dengan gotong royong.
Uli pun semakin mencintai desa ini. Kini ia dikenal di desa dengan sebutan “buk ulik” .
Sekedar diketahui, uli adalah suku batak toba. Dalam bahasa batak toba uli artinya baik, bagus, indah.
Sekian ...