Lihat ke Halaman Asli

Swarna

mengetik 😊

Kupang Lontong Masih Mengena di Hati

Diperbarui: 13 April 2021   15:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lontong Kupang| dokumen Swarna/dokpri

Hari ini pertama berpuasa di bulan suci,  kuiringi dengan doa agar bisa menjalani dengan baik dan lebih baik dari tahun kemarin. 

Pagi ini harus ke sebuah toko untuk membeli sesuatu, jauh tempatnya dari rumah, barang yang dibutuhkan yang saya tahu ada di situ saja yang terdekat dengan rumah. 

Sepanjang perjalanan melalui jalan Soekarno Hatta terlihat sepi dan lengang,  biasanya sudah berjajar pejuang ekonomi rumah tangga yang menjual berbagai makanan dan sarapan murah meriah. 

Mereka tidak berhenti berjuang,  hanya mungkin berganti jam tayang,  dari berjualan pagi menjadi sore, atau bahkan ada yang benar-benar tidak berjualan. 

Seperti cerita bapak penjual kupang lontong  yang saya beli dua hari lalu. Sebenarnya saya tidak sengaja melewati lapak penjual kupang, hanya kebetulan saja lewat terus spontan timbul  keinginan menikmati sebelum puasa menjelang. 

Lontong kupang atau kupang lontong ini makanan asal Sidoarjo memang kesukaan saya dari kecil,  tapi tidak suka dengan sate kerangnya,  ah rewel deh pokoknya saya ini soal apa yang dimakan,  geli saja makan kerang berasa berlari-lari saat digigit makanya tidak pernah suka. 

Kupang ini sebenarnya juga berasal dari binatang air tawar yang hidup dalam cangkang seperti kerang, ada ukuran kecil ada yang sedikit besar, saya lebih suka dengan yang kecil enak saat dikunyah.

Saat bapak penjual masih bersiap saya sudah menunggui dan memesan dua porsi agar tidak berebut, biasanya saya suka makan seporsi berdua (bukan hanya mesra tapi juga hemat he he) 

Bagi penyuka kupang lontong, kelezatannya sungguh begitu menggoda,  saat menunggu pesanan beberapa pembeli mulai berdatangan, saya amati para muda belia. Ternyata makanan khas ini masih diminati para milenial, tidak tergeser oleh makanan modern. 

Sambil makan saya kepoin bapak penjualnya,  melihat plat motor W berarti daerah Gresik atau Sidoarjo,  pikiran saya membayangkan si bapak asli sana terus berjualan di Malang pulang pergi. Ternyata rumahnya di Bululawang, sudah 16 tahun berjualan di dekat jalan Dieng di pinggir jalan raya. Istrinya yang asli Sidoarjo juga berjualan kupang lontong di dekat rumahnya. 

Bapak penjual yang bernama Pak Ali (terbaca di banner lapaknya) seminggu sekali membeli kupang ke Sidoarjo dengan menggunakan sepeda motor. Benar-benar pejuang ekonomi rumah tangga jauhnya Malang Sidoarjo membawa 15 kilo kupang hanya dengan bersepeda motor. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline