Lihat ke Halaman Asli

Swarna

mengetik 😊

Menjawab Keresahan Orangtua Ketika Buah Hati Harus Kembali Belajar dalam Jarak Jauh

Diperbarui: 3 Januari 2021   20:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay

Hai para Bunda dan para Ayah semua. Bagaimana kabarnya di tahun baru ini?  Pasti sudah memupuk harapan dan menggantungkan impian untuk para buah hatinya kembali belajar setelah liburan semester ganjil.

Namun apakah Ayah dan Bunda sudah siap apabila nanti ternyata ketika kembali belajar masih belum pergi ke sekolah,  melainkan masih di rumah? 

Surat edaran dari wali kota telah dilayangkan, bahwa semester dua nanti siswa masihbelajar dari rumah, termasuk lembaga Pendidikan Anak Usia Dini.

Membaca kabar tersebut pasti ada reaksi orang tua bermacam-macam. Ada yang biasa,  senang dan ada yang panik atau resah. Masuk sekolah sebenarnya sangat dinanti-nanti. Tapi bila kondisi dianggap tidak memungkinkan oleh kepala daearah maka, pihak lembaga harus bijaksana untuk mencari jalan yang terbaik, mematuhi dan memenuhi kebutuhan anak didiknya. 

Orang tua harus siap saat kembali belajar dari rumah,  dan menyiapkan segala sesuatunya antara lain

1. Aktif bertanya pada pengajar (konsultasi)
2. Berdiskusi tentang tugas atau materi
3. Memberi ide kegiatan yang sekiranya bisa dikerjakan oleh anak usia dini
4. Menyiapkan peralatan untuk belajar dalam jarak jauh
5. Mempersiapkan mental buah hati,  bahwa kembali belajar masih belum bertemu teman
6. Rajin berselancar pada laman yang berhubungan dengan pendidikan anak usia dini
7. Menyiapkan mental diri sendiri,  dan tetap tenang saat menemani belajar.
8. Semangat

Ada cerita obrolan saya dengan seorang ibu muda. Dia ingin anak ke tiganya memdapat tempat dan ilmu yang setara dengan kakaknya ketika masih TK, tapi dia juga menimbang untung ruginya dalam hal pembayaran. Saya yakin masalah uang pembayaran ini adalah sebuah dilema bagi orang tua, ketika harus belajar di dari rumah dan harus tetap membayar. 

Bertemu guru hanya beberapa hari, bahkan ada yang tidak sama sekali, hanya mengambil alat peraga untuk pembelajaran selanjutnya,  Ibu atau orang tua lain yang menemani anak-anak mengerjakan tugas.
Hal seperti ini lah yang menjadikan orang tua galau tiada menentu.
Lembaga belajar pun mungkin juga pening, mereka harus tetap mengeluarkan biaya untuk operasional penerangan, gaji guru, gaji satpam dan pembantu sekolah bila ada. Saya kira semua galau.
Saya hanya bisa menyarankan agar bisa berpikir tenang dan pandai memilih dengan bijak saja. Kesabaran harus selalu menyertai. 

Saya juga ingin tahu pendapat seorang ayah menghadapi buah hatinya harus mengalami belajar dalam jarak jauh. Dia mengatakan, "Kasihan Mbak, dia harusnya bisa belajar bersosialisasi,  mengenal banyak teman,  bergerak sesuka hati, belajar berani dan mandiri tanpa ditunggui orang tua. Tapi tidak dia rasakan. Aku jadi nelangsa melihatnya. tapi tidak tahu harus berbuat apa,  ya untuk sekadar menemani belajar di rumah itu mudah tapi dia kehilangan hal terpenting dalam masa keemasannya,  yaitu berkumpul, belajar dengan teman baru."

Masa keemasan yang dalam bahasa tenarnya sering disebut golden age adalah tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang paling penting pada masa awal kehidupan anak.
Para ahli ada yang menjelaskan usia emas antara 0-2 tahun,  ada yang 0-5 tahun bahkan ada yang 0-8 tahun. Kalau saya pribadi sepakat dengan 0-8 tahun untuk periode keemasan anak. 

Mari meninjau literatur tentang periode keemasan, pada masa ini perkembangan otak dan fisik anak harus seimbang. Peran orang tua begitu penting pada tahapan ini, seperti saya kutip dari laman resmi Telkom,  ada 6 tahapan yang harus diperhatikan pada periode keemasan atau anak usia dini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline