Lihat ke Halaman Asli

Swarna

mengetik 😊

Cerpen | (IL) Jembatan Janji

Diperbarui: 29 Maret 2020   08:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diedit dari Pixabay

Bagian 1 

Bagian 2 

Bagian 3

Alat USG itu menari nari di atas perutku, jantungku semakin berdebar menunggu penjelasan dokter.

"Ibu Sari,  bisa lihat di layar monitor? janinnya bagus sudah mulai ada denyut nadi."

Jantungku serasa berhenti,  bila sudah ada denyut nadi berarti usia kandunganku sudah tiga bulan,  ya Tuhan. Mengapa aku tidak mengetahui ini.  Andai Johan tahu waktu itu,  pasti dia akan merobek surat perjanjian itu dan tidak akan ada kata berpisah.

"Saya beri vitamin ya,  jaga kesehatan diri dan calon bayinya., karena kondisi saat ini sangat buruk."

"Iya dokter, terima kasih."

Entah, aku tak tahu harus bersedih atau bahagia,  bisa jadi aku sedang dalam posisi keduanya. Apakah hidup tak adil untukku?  Tak ada guna pula menyalahkan hidup,  nasibku ada di tanganku. Tuhan pengatur segalanya,  aku pasrah padaNya, semoga aku kuat. Aku elus perutku yang masih rata.

Kulihat ada sebuah mobil terparkir di depan rumah, kuparkir motorku di teras,  tumben ibu menyambutku.

"Sari,  dari mana saja,  tadi ibu telpon tidak diangkat,  ada tamu itu,  ayo."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline