Tentang sebuah kesejahteraan
Semua orang mendambakan hal itu, ukuran dari sejahtera setiap orang tentu berbeda.Â
Saya bukan ahli dalam menulis artikel yang menggigit dan mengundang decak kagum pembaca namun saya coba untuk menyampaikan sebuah opini tentang pendidik honorer.
 Oh ya apakah pengajar pra TK termasuk dalam jajaran pendidik?
Jika iya maka saya akan sedikit berkisah tentang itu.Â
Bukan hal mudah menghadapi usia balita yang masih dalam tahap belajar mengenal lingkungan baru di luar lingkungan keluarga. Bagaimana membuat mereka nyaman dan tenang. Memperkenalkan mengajarkan dan melihat perkembangan sekakigus pertumbuhan mereka.
Tuntutan bagi pengajar pra TK pun tak kalah berat dengan jenjang pendidikan formal. Tapi semakin ke sini kesejahteraan dalam bentuk finansial semakin berkurang.
Lima sampai enam tahun lalu kami mendapat insentif yang boleh dibilang lumayan untuk ukuran kami yang hanya menemani belajar 2 jam sehari, dimana kita harus hadir satu jam sebelum KBM dan pulang 1 jam sesudah KBM. Tiap pengajar memperoleh insentif itu. Tapi sekarang, tiap lembaga dibatasi meski dengan jumlah nominal diperbesar. Lalu buat apa kami mengantongi NUPTK?
Perubahan kebijaksanaa dalam pemberian insentif sangat mencekik kami, terus terang lembaga kecil dibawah naungan P** ini hanya berharap dari dana insentif, perbulan hanya bisa membantu pengajarnya sekedar untuk sesuatu maaf. Aduhaaiiii untuk beli apa? Kuota jawab saya agar bisa tetap eksis di sosial media.
Lantas kebutuhan lainnya bagi pengajar bagaimana? Seolah berkata, urusan suaminya. Owh my God, kalau sudah berkeluarga dan suami bekerja  gaji tinggi, oke saja, kalau masih bujang, atau suaminya bekerja serabutan, bagaimana? Tanyakan pada rumput yang bergoyang dah