Sebelum kawan-kawan membaca coretan saya perlu saya terangkan lebih dulu, bahwa saya ingin menceritakan pengalaman jalan-jalan saya dan menemukan yang unik serta menarik, secara pribadi sesuatu hal yang baru. Sekiranya saya kurang tepat menempatkan kategori dari tulisan ini saya mohon dimaklumi.
Saya sendiri kebingungan apakah saya masukkan dalam edukasi atau budaya karna hasil dari jalan-jalan ini masuk dalam kedua kategori tersebut menurut pandangan saya, juga tersirat nilai filosifi di dalamnya. Akhirnya saya pilih Humaniora dimana di dalamnya sudah mencakup edukasi, filosofi dan sosial budaya.
****
24 Maret 2019 RRI mengadakan perhelatan pasar budaya untuk mewadahi apresiasi masyarakat malang raya. Ada bazar dan panggung budaya.Â
Pagi hari kami meluncur ke lokasi yang berjarak sekitar 4 km dari rumah, dengan harapan menemukan sesuatu yang menarik di sana, mengingat ada kata budaya.Â
Sesampai di lokasi kami menyusuri stand bazar, ada kolektor bambu yang unik-unik bentuknya.Â
Kemudian kami menyusuri lagi melihat hasil kerajinan masyarakat malang.Â
Sampailah kami pada sosok yang sudah sepuh tengah membentuk anyaman. Waow apa yang sedang dianyam itu? Bapak yang baya ini dengan ramah memperlihatkan hasil karyanya, semakin tersihir kami ingin tahu bahan dasarnya dan bagaimana membuatnya.
Dari semacam ilalang yang dianyam sedemikian rupa sehingga menjadi bentuk yang mirip dengan wayang.Â
Kami mulai ingin tahu bagaimana bisa mejadi bentuk yang bagus itu. Pak Kardjo yang bernama asli Syamsul Subakri 66th. Menawarkan mengajari cara membuatnya, wah dengan senang hati kami langsung mengiyakan. Dengan membeli bahan dasar yang disebut Mendong Seharga 2000 rupiah saja sudah bisa membuat satu wayang. Eh ternyata tak mudah he he ketrampilan dan imajinasi bentuk wayang harus dimiliki agar hasil memuaskan
Beliau menceritakan filosofi membuat wayang mendong hanya dengan 6 helai mendong. Mengapa? Karna manusia itu memiliki 6 indera bukan 5 indera kata beliau, diantaranya, penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, peraba (kulit) dan perasa (hati). Dimulai dari membuat hidung dalam bahasa jawa disebut "irung" (Iso warung)  batal atau tidak jadi. Maknanya bila hidung tak bernafas maka manusia tidak bisa hidup. baru membentuk kepala dan anggota tubuh lainnya.Â