Lihat ke Halaman Asli

Pawai Keberagaman Dempo: Merajut Keberagaman Budaya dalam Bingkai Sumpah Pemuda

Diperbarui: 29 Oktober 2023   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siswa berjalan dari Jalan Kembar Dempo menuju Jalan Idjen untuk merayakan kegiatan Pawai Keberagaman Dempo dalam merayakan Sumpah Pemuda (Dokpri)

28 Oktober merupakan tanggal bersejarah bagi pemuda Indonesia. Sekelompok pemuda yang berbeda latar belakang suku, agama, ras, budaya serta memiliki segelintir kepentingan masing-masing berkumpul untuk melawan kolonialisme dengan membangkitkan semangat nasionalisme. Sekarang, sejarah sumpah pemuda telah berjalan hampir 95 tahun. Meski sumpah pemuda sudah berjalan cukup lama, kita seringkali menemui konflik yang melibatkan para generasi muda, seperti sikap tidak mencintai perbedaan serta mulai meninggalkan budaya Indonesia.

Permasalahan tersebut menjadi topik utama dalam memulai petualangan menjelajahi budaya Indonesia lewat Pawai Keberagaman Dempo. Yosef St. S. Windaryanto, ketua pelaksanaan Pawai Keberagaman Dempo, mengatakan bahwa kegiatan ini dilatarbelakangi oleh keberagaman para siswa di SMA Dempo. Tujuan dari kegiatan ini adalah menyatukan keberagaman itu dalam bingkai Sumpah Pemuda. 

Dilaksanakan oleh SMA Katolik St. Albertus Malang, kegiatan pawai ini dilakukan oleh kurang lebih 1.300 siswa/i SMA Dempo serta para guru. Uniknya, kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan Car Free Day di Kota Malang. Memanfaatkan waktu tersebut, banyak masyarakat sekitar yang turut memeriahkan pawai keberagaman ini. Kegiatan ini diadakan pada hari Minggu, 29 Oktober 2023. 

Di awali dengan apel pagi, Bruder Antonius Sumardi, O.Carm, Kepala SMA Katolik St. Albertus Malang, mengatakan, "Kita harus menjadi pribadi yang nasionalis serta mencintai budaya Indonesia. Sumbangkan tenaga dan pikiran, demi gereja dan tumpah darah." Setelah apel pagi, kegiatan dilanjutkan dengan flashmob Tari Jaranan. Tari Jaranan sendiri adalah tarian tradisional dari daerah Ponorogo, Jawa Timur. Tarian ini diidentikan dengan pemakaian anyaman bambu berbentuk kuda. Kegiatan ini diikuti oleh para siswa/i dipandu dengan para penari terpilih dengan pakaian khas penari jaranan.

Salah satu kelas di Jalan Idjen dalam Pawai Keberagaman Dempo (Dokpri)

Acara tidak kalah seru dengan jalan pagi bersama masyarakat. para siswa/i berani menggunakan atribut pakaian daerah masing-masing. Berjalan melewati Jalan Talang, Jalan Besar Dempo, dan Jalan Idjen, para siswa/i menunjukan pakaian daerah mereka sebagai bentuk apresiasi kepada daerah yang dipilih. Setiap kelas juga memasang spanduk bertemakan kebudayaan dalam Sumpah Pemuda. 

Selain para siswa, beberapa penari Jaranan juga turut serta dalam meramaikan jalanan para siswa dengan Reog Ponorogo dan beberapa pakaian terpilih. Bentuk akulturasi budaya lainnya juga diperlihatkan lewat penampilan barongsai yang mengisi pembuka jalan para siswa.  

Masyarakat yang melewati jalan tersebut juga antusias melihat para siswa/i yang jalan bersama-sama dengan cara mendokumentasikan lewat video ataupun foto. Tidak sedikit juga yang turut membagikan kebahagiaan keberagaman Dempo dalam media sosial.

Penampilan salah satu kelas dalam Pawai Keberagaman Dempo (Dokpri)

Tidak hanya itu saja, memasuki Jalan Besar Dempo, para siswa/i turut memeriahkan pawai dengan penampilan kelas. Setiap kelas menampilkan tarian bersama bertema kultural daerah maupun lagu Indonesia. 

Tidak sedikit pejalan kaki yang turut memeriahkan penampilan para siswa dengan tepuk tangan. Bagi mereka, kegiatan ini tidak hanya sebagai bentuk kewajiban para siswa dalam kegiatan pawai ini, namun bagaimana kita juga menghargai budaya Indinesia serta mengenalkan budaya Indonesia kepada masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline