Beras Melambung, Alternatif Hemat untuk Kehidupan Sehari-hari
Kenaikan harga beras belakangan ini telah membuat kekhawatiran masyarakat semakin memuncak. Faktanya, kenaikan ini tidak hanya dirasakan di Indonesia, tapi juga merayap ke berbagai negara. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun mengklaim bahwa salah satu penyebab utama kenaikan harga tersebut adalah penurunan produksi beras. Hal ini dikarenakan perubahan cuaca ekstrem yang telah mengakibatkan gagal panen di beberapa wilayah.
Menurut Jokowi, harga beras telah melonjak tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di tingkat global. Kenaikan ini dipicu oleh perubahan iklim dan kondisi cuaca yang mengakibatkan gagal panen dan menurunkan produksi, sehingga harga terdongkrak.
Meskipun demikian, pemerintah tidak tinggal diam. Berbagai langkah telah diambil untuk meringankan beban masyarakat. Salah satunya adalah dengan memberikan bantuan beras kepada lebih dari 22 juta keluarga, setiap keluarga mendapatkan 10 kilogram beras.
"Pemerintah memberikan bantuan ini sebagai upaya untuk meringankan beban masyarakat yang terkena dampak kenaikan harga beras," jelas Jokowi.
Menurut data dari Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras medium saat ini mencapai rata-rata Rp 14.070 per kilogram. Namun, harga tertinggi bisa mencapai Rp 22.250 per kilogram di Provinsi Papua Pegunungan, sementara harga terendah berada di Provinsi Papua Selatan dengan Rp 11.800 per kilogram.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menambahkan bahwa kenaikan harga beras juga disebabkan oleh penundaan panen akibat cuaca ekstrem, khususnya siklus El Nino tahun lalu. Hal ini menyebabkan produksi beras dalam negeri mengalami penurunan yang berdampak pada kenaikan harga jual.
"Mengingat suplainya beras premium lokal yang tidak sebanyak dulu karena kita belum panen, panennya mundur karena El-Nino, suplainya kurang, harganya naik," terang Zulhas.
Untuk menanggulangi masalah ini, pemerintah telah mengeluarkan beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Namun, beras ini masih belum banyak tersedia di pasar karena persaingan yang ketat dan jumlah produksi yang terbatas.
"SPHP sekarang menjadi alternatif, karena semua berharap pada SPHP, banyak yang pindah membeli beras dari premium ke SPHP sehingga barangnya Bulog cepat habis," ujar Zulhas.