Lihat ke Halaman Asli

Heboh Uang Palsu Tetapi Tak Heboh Hidup Penuh Kepalsuan

Diperbarui: 21 Desember 2024   20:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Heboh Uang Palsu Tetapi Tak Heboh Hidup Penuh Kepalsuan

Heboh Uang Palsu

Pemberitaan dari https://www.bbc.com/indonesia/articles/cp9n8gd07dpo menjelaskan bahwa polisi telah menetapkan 17 tersangka sindikat pembuatan dan pengedaran uang palsu di lingkungan UIN Makassar, Sulawesi Selatan, dan mengamankan barang bukti senilai ratusan triliun rupiah. Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menyebut Kepala Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, berinisial AI, memiliki peran sentral dalam operasi sindikat uang palsu itu. AI disebut menyediakan 'tempat aman' untuk memproduksi uang, surat berharga negara (SBN) hingga sertifikat deposit BI yang nilainya mencapai ratusan triliunan rupiah.

            Kehebohan yang amat luar biasa, mengagetkan semua lapisan masyarakat, bagaimana mungkin kampus yang merupakan wadah intelektual islami yang dilengkapi dengan rentetan literatur karya ulama, dikunjungi mahasiswa yang mencari sumber literasi untuk beragam tugas dan kegiatannya. Tentu setiap hari lalu lalang mahasiswa dan juga tenaga pendidik karena perpustakaan itu jantungnya ilmu pengetahuan, akan tetapi semuanya lengah, pengawasan yang lemah ini amat disayangkan, karena semua alat atau mesin pencetak uang palsu itu seharusnya mendapat pengawasan dari pihak yang berwenang, mengapa bisa lolos begitu saja. Akan tetapi, begitulah kalau tragedi datang, manusia dalam keadaan tidak menyadarinya bahkan meskipun di sekelilingnya dipenuhi nada-nada islami dan syair-syair keindahan surgawi. Manusia yang serakah dan licik akan selalu memiliki cara untuk berbuat kemunkaran yang sudah pasti bukan hanya merugikan dirinya melainkan masyarakat dan negara.

Kepalsuan Hidup

            Sebenarnya semuanya manusia tidak akan terlepas dari kepalsuan hidup dan menjalaninya dengan penuh kenikmatan. Hipokrasi intelektualitas kita juga telah ikut mematikan esensi ilmu pengetahuan yang kita miliki. Mungkin hampir semua orang ingin menutupi keburukannya dengan berbagai cara, muka yang penuh dengan lapisan bedak, bibir bergincu, pernak pernik yang dikenakan setiap hari, atau bahkan pangkat dan jabatan yang disandang, hanyalah kepalsuan belaka. Kalaulah Allah membuka topeng yang kita kenakan maka wajah asli kita akan tampak jelas, kepalsuan hidup kita akan dengan kasat mata derang benderang.

            Upaya untuk menutupi kekurangan dan kelemahan, bahkan kepaksuan hidup makhluk manusia akan lebih mengerikan dengan melakukan kejahatan kepada orang lain, ketidakjujuran kepada diri sendiri, membohongi hati nurani dengan cara-cara yang seolah dilegalisasi, merampas hak orang lain secara sistematis dan dengan cara kerjasama secara struktural, dengan kesadarannya bahkan semua tindakannya merupakan penyimpangan dan pelanggaran moralitas agama dan nilai-nilai kemanusiaan. Hidup yang sebenarnya hanyalah kepalsuan yang lebih berbahaya daripada uang palsu, karena kepalsuan hidup sering merusuki pikiran, jiwa, dan merusak keimanan, sehingga dengan menikmatinya sebagai bagian dari mental dan karakter yang melekat. Kepalsuan yang terinternalisasi dan dijiwai hingga akhirnya terbawa kepada kematian. Itulah mengapa kepalsuan hidup tidak seheboh berita uang palsu.

Keserakahan Laten

            Hubungan antara uang palsu dengan keserakahan manusia sangat kuat, karena tidak mungkin orang yang qona'ah mencetak uang palsu, demikian pula orang yang zuhud dan tawadhu tidak mungkin hidupnya penuh kepalsuan. Tentu itu pencapaian hidup yang ultimate, akan tetapi, dalam dunia kriminal, uang palsu lebih mudah diusap, diraba, dan diterawang, sedangkan kepalsuan hidup hadir dan melekat semenjak kita bangun hingga tidur kembali, inilah alasan mengapa Allah Maha Pengampun dalam soal hakullah, akan tetapi, kepalsuan hidup yang menzalimi orang lain, tak bisa diampuni sepanjang permohonan maap kepada yang tersakiti karena ini hak adami. Wallahu 'alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline