Donald Trump setelah resmi dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke-45 pada 20 Januari 2017 lalu menyampaikan pidato yang intinya tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakannya saat kampanye. Trump ingin AS kembali mendominasi dunia baik itu secara politik, ekonomi, maupun militer terkait kepentingan AS di berbagai kawasan.
Dalam pidato pasca pelantikan, Trump menegaskan bahwa dirinya akan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi AS. Menjalankan kebijakan ekonomi dengan membatasi perdagangan dengan negara lain. Ketika bertemu para pemimpin serikat buruh di Gedung Putih (23/1) Trump kembali mengatakan bahwa ia akan merundingkan kembali perjanjian perdagangan yang dijalin Amerika. Trump ingin membuat banyak warga Amerika kembali bekerja.
Ada tiga poin penting yang mendasari kebijakan ekonomi Trump yakni: Pertama, tingkat pengangguran yang tinggi. Kedua, relokasi pabrik perusahaan-perusahaan Amerika ke pusat pertumbuhan baru di negara-negara Asia Pasifik seperti Cina, Vietnam, dan Malaysia. Ketiga, situasi pasar domestik Amerika dimana produk-produk lokal kalah bersaing dagang dengan produk-produk impor.
Kebijakan Trump ingin menjaga ekonomi AS dari gempuran produk-produk impor menggunakan instrumen kenaikan pajak dan tarif banyak dikritik karena akan berimbas pada naiknya harga bahan baku industri yang harus diimpor Amerika. Ini berarti Trump menerapkan proteksi, dan juga mengibarkan bendera perang dagang dengan Cina.
Kebijakan Trump sepertinya melawan kesepakatan AFTA dan Nafta, kebijakan pajak dan tarif itu akan mematikan persaingan produk impor terhadap produk lokal. Trump mengancam akan mengenakan biaya mahal pada produk impor dari Cina dan Meksiko. Produk-produk Cina di pasar domestik AS telah mempengaruhi daya saing industri dalam negeri Amerika yang berakibat memperbesar tingkat pengangguran. Amerika merasa lebih banyak membeli produk-produk impor, seperti produk-produk dari Cina, ketimbang yang mereka jual di negeri Cina.
Departemen Perdagangan AS mencatat 371,4 miliar dolar AS adalah angka defisit perdagangan dengan Cina. Trump berjanji akan menaikkan pajak hingga 45% untuk barang-barang impor dari Cina. Trump juga berupaya menarik kembali investasi ke dalam negeri, terutama perusahaan-perusahaan manufaktur AS yang merelokasi pabriknya ke Cina dan Vietnam agar kembali ke Amerika.
Secara formal Amerika terlah menarik diri dari Trans-Pacific Partnership (TPP) dan berencana melakukan renegoisasi Perjanjian atau menarik diri dari kesepakatan Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan Meksiko dan Kanada. Amerika sepertinya terkejut dan panik bahwa era perdagangan bebas yang dulu mereka gagas itu ternyata memukul industri dan jasa dalam negerinya sendiri.
Negara yang diperkirakan paling siap menghadapi AFTA dan NAFTA itu ternyata kelimpungan menghadapi efek globalisasi dan perdagangan bebas. Pengangguran meningkat, terjadi arus relokasi pabrik perusahan-perusahan yang berpengaruh di Amerika ke negara-negara berkembang di kawasan Pasifik, termasuk Cina. Kebijakan proteksi dengan pajak dan tarif yang dilakukan oleh Amerika di bawah kepemimpinan Donald Trump sudah tentu akan diikuti oleh negara-negara lain.
Menurut Trump, pengurangan pajak dan penyederhaan regulasi akan memberi insentif bagi perusahaan untuk menetap di Amerika. Sebaliknya, bagi perusahaan Amerika yang memindahkan pabrik ke luar negeri, cukai perbatasan akan dikenakan pada barang dan jasa yang ingin dibawa kembali ke Amerika untuk dijual. Ini merupakan refleksi kepanikan Amerika terhadap tingginya biaya produksi di Amerika dan persaingan bebas yang selalu menekan harga menjadi lebih murah atau memperluas pilihan barang-barang. Rasionalitas berdagang memang hanya bisa dikendalikan melalui kebijakan yang memihak.
Trump segera melakukannya bagi Amerika, dan standar ganda Amerika akan kembali mempengaruhi dunia. Bagi Amerika, bagaimana pun yang namanya kepentingan ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan selalu tak terpisahkan. Paket kebijakan ekonomi, politik, dan keamanan Amerika akan menjadi paket hangat yang akan menguji kompetensi Donald Trump sebagai kepala polisi dunia.
Apa pengaruh kebijakan Trump bagi perekonomian Indonesia? Amerika Serikat dan Eropa adalah target pasar yang penting bagi pemasaran berbagai jenis jasa dan barang negara-negara berkembang seperti Indonesia. Produk-produk ekspor Indonesia ke Amerika seperti garmen, dan berbagai produk pertanian dan makanan secara perlahan-perlahan akan menemukan kompetitor baru dari negara-negara Asia Pasifik yang ekspor unggulannya terpukul oleh kebijakan Trump namun berusaha mencari celah tetap eksis di pasar Amerika. Bila kualitas dan kuantitas produk-produk ekspor Indonesia tidak terjaga, tidak mustahil Indonesia akan kalah bersaing di pasar Amerika.