Lihat ke Halaman Asli

Australia Bilang Setara, Tapi Kok Menghina Dasar Negara Indonesia?

Diperbarui: 6 Januari 2017   22:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: nasional.kompas.com

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo adalah jenderal yang kritis terhadap Australia. Sudah bukan  rahasia umum lagi bahwa Australia selalu menganggap Indonesia sebagai ancaman. Adanya jalinan kerjasama militer Indonesia-Australia tidaklah mengurangi hal itu, hal ini bisa dilihat dari apa yang menjadi dasar penyebab Panglima TNI mengambil sikap memutuskan sementara kerjama militer kedua negara.

Kerjasama itu dihentikan berkat laporan dari seorang instruktur Kopassus pengajar di fasilitas pelatihan Spesial Air Regiment (SASR) di tempat pelatihan di Perth bulan Desember 2016 lalu yang menemukan adanya materi pelatihan yang menghina Indonesia. Menurut laporan instruktur Kopassus itu, materi itu menghina Dasar Negara Indonesia yaitu menghina Pancasila. Disamping mempelesetkan Pancasila menjadi Pancagila, ditemukan pula materi lain yang menguak luka lama bagi hubungan militer Indonesia-Australia yakni, soal Timor Timur dan Papua, pelanggaran HAM, dan juga tentang pandangan buruk Austalia tentang Kopassus itu sendiri lewat penggambaran mereka terhadap sosok Jendral Sarwo Edhie.

Sebelum mengambil keputusan penghentian sementara kerjasama militer Indonesia-Australia, Jendral Gatot Nurmantyo pada November 2016 lalu menyuarakan kekhawatiran bahwa Australia berupaya merekrut prajurit terbaik TNI yang dikirim ke Australia untuk pelatihan. “Setiap kali ada program pelatihan, seperti yang terjadi baru-baru ini, lima atau sepuluh prajurit terbaik akan dikirim ke Australia. Itu terjadi sebelum saya menjadi panglima. Jadi saya membiarkannya terjadi. Begitu saya menjadi Panglima TNI, itu tidak akan terjadi lagi. Mereka tentu akan direkrut,” ujar Panglima TNI.  Kekhawatiran Jendral Gatot bahwa para prajurit itu akan direkrut lalu ditanam di dalam tubuh TNI untuk menjadi sumber intelijen.

Sehubungan dengan merebaknya berita tentang putusnya hubungan kerjasama militer itu, media Australia menyerang Jendral Gatot Nurmantyo. Berbagai tudinganpun dilancarkan, namun anehnya tudingan itu sama persis dengan bunyi tudingan yang berhembus bersamaan dengan munculnya isu kudeta sekitar November hingga Desember lalu, isu yang bersifat mengadu domba Presiden RI dengan Panglima TNI.

Media Australia menganggap keputusan Panglima TNI tentang pemutusan hubungan kerjasama itu sebagai hal yang tak lazim, menganggapnya sebagai manuver pribadi Jendral Gatot dalam rangka memoles ambisinya untuk menjadi Presiden atau Wakil Presiden. Tudingan yang bersifat menghasut dan memanaskan suhu politik nasional, lebih-lebih lagi saat Negara sedang membutuhkan loyalitas sepenuhnya para prajurit TNI terhadap Panglima Tertinggi Presiden Joko Widodo.

Australia dan Amerika Serikat adalah dua Negara yang paling getol mengusik Kawasan Timur Indonesia. Kita harus tetap waspada bahwa tidak tertutup kemungkinan dibalik gejolak politik akhir-akhir ini baik itu terkait kasus dugaan penistaan agama maupun dugaan maker, dan juga menguatnya gerakan radikalisme dan terorisme yang terorganisir ada tangan tersembunyi Australia dan Amerika Serikat yang bermain. Bila hal ini benar, sangat jelas arahnya menekan Pemerintah Indonesia terkait perpanjangan kontrak karya PT. Freeport Indonesia di Papua, dan mungkin jugaterkait ladang gas dan minyak di perairan Maluku.

Menarik menyimak apa yang dikatakan seorang pengamat keamanan di Australia yang juga merupakan seorang professor di Deakin University, Damien Kingsbury. “Sungguh aneh...,” ujarnya. “Bahan ajar dan kurikulum di fasilitas militer Perth yang dianggap menyinggung TNI sebenarnya bukan hal baru. Bahkan istruktur Kopassus TNI AD sudah silih berganti ikut pelatihan di Perth,” lanjut Kingsbury.

Suatu pertanyaan besar muncul, bahan ajar yang melecehkan harga diri Indonesia itu bukanlah hal yang baru, kenapa hal itu baru dilaporkan sekarang oleh para prajurit Kopassus yang terlibat pelatihan di sana? Atau bila ada laporan sebelumnya, kenapa Panglima TNI sebelumnya tidak mengambil tindakan tegas atas penghinaan terhadap Dasar Negara itu? Ini sepertinya PR bagi Anggota DPR RI untuk menggalinya lebih jauh.





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline