Lihat ke Halaman Asli

Krisis Kepemimpinan Nasional dan Ekspetasi Publik Melalui Pilkada

Diperbarui: 17 Maret 2016   02:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah karut marutnya jagad perpolitikan Indonesia yang dipenuhi oleh tuyul, srigala, tikus, drakula, dan penyamun,  masih ada beberapa sosok pemimpin yang bersinar di mata publik. Masih ada pemimpin yang bisa dipercaya oleh publik. Jokowi, Ridwan Kamil, Ganjar, Risma, dan Ahok adalah sekian nama dari sekian banyak pemimpin di negeri ini yang bisa dipercaya publik. Mereka adalah anomali dari sekian banyak kasus kader partai politik yang mencoreng wajah partainya, mencoreng wajah demokrasi dan mencoreng wajah para penyelenggara kehidupan bernegara di tanah air.

Sebetulnya masih banyak lagi pemimpin yang potensial bagi negeri ini. Namun sistem rekruitment dan kaderisasi bagi para pemimpin yang punya potensi besar untuk memajukan republik ini masih jauh dari harapan. Partai politik masih terjebak oleh politik kepentingan diri dan kelompoknya. Para pengusaha masih banyak yang terjebak dalam persekongkolan dengan para politisi dan pejabat pemerintah. Kalangan intelektual, cendikiawan, para pemuka agama atau tokoh masyarakat yang diharapkan bisa tampil sebagai pemimpin yang dapat memenuhi harapan publik belum terekspose sepenuhnya. 

Sistim rekruitment pemimpin yang mengisi jabatan politik di negeri ini masih terkendala oleh pola-pola pengembangan partai politik yang cenderung salah arah, hanya mementingkan kekuasaan dan uang.  Mengabaikan moralitas dan etika. Pola-pola pengembangan partai politik lalai memikirkan bagaimana menciptakan sumber daya kepememimpinan yang baik yang bisa diharapkan mampu mengisi jabatan-jabatan politik di pusat maupun daerah. Indonesia saat ini sedang krisis pemimpin yang memiliki integritas, kejujuran, berkemampuan,  dan punya nyali serta siap tidak populer demi hadirnya sebuah kemajuan yang besar bagi bangsa ini.

Pemimpin yang mengisi jabatan politik seharusnya adalah pribadi yang bisa menjadi contoh bagi masyarakat, penggerak roda pembangunan, dan mereka adalah pemimpin yang mengambil keputusan atas hajat orang banyak. Buruk laku para pemimpin negeri ini maka selamanya kita akan tetap terpuruk dalam jerat korupsi, terpuruk dalam ketimpangan di sana-sini, dan rusaknya daya tahan nasional secara mental dan fisik.

Eksekutif korup, legislatif korup, dan yudikatif juga korup. Lalu kepada siapa atau kepada lembaga mana kita bisa berharap tampilnya hukum sebagai panglima yang menegakan keadilan dan kejujuran di negeri ini? Kita punya lembaga Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) yang relatif dipercaya oleh publik.  Namun sejauh apa KPK mampu berbuat bila tidak disokong penuh oleh sistim penyelenggaraan negara yang akuntable, bila tidak disokong penuh oleh  sistim politik yang sehat dan bersih dari korupsi?

Sungguh miris melihat bagaimana Parpol ramai-ramai menjegal Ahok menuju menuju DKI 1. Padahal Ahok adalah contoh pemimpin yang bisa memenuhi harapan publik karena punya integritas, dan punya nyali mendobrak beragam kebobrokan yang melilit birokrasi dan juga mendobrak berbagai hambatan fisik dan mental yang mengganggu pembangunan Jakarta selama ini.  Keberpihakan publik kepada Ahok harus dicermati oleh para petinggi partai politik. Fenomenanya yang harus dicermati.

Kenapa publik begitu antusias mendukung dan menyerang Ahok dengan berbagai cara? Publik mendukung Ahok karena melihat kinerjanya.  Kepercayaan publik tumbuh karena seorang pemimpin mampu menunjukan kinerja yang baik. Ada ekspetasi publik untuk ke depannya.  Mereka yang menyerang Ahok mungkin  ada kaitannya dengan moralitas dan etika berpolitik yang buruk dari partai tertentu, mungkin juga sebagai reaksi balik atas pembenahan Jakarta yang dilakukan Ahok selama ini, atau mungkin juga faktor SARA yang kerap masih menjadi batu sandungan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di republik ini.

Para elit partai politik seharusnya melihat secara objektif, begitu besar hambatan fisik dan mental yang harus dihadapi oleh seorang Gubernur DKI Jakarta yang baik. Bila di Jakarta saja masih begitu adanya, hambatan seperti apa yang ada di propinsi-propinsi lain di Indonesia, lebih-lebih lagi di kawasan timur sana? Seharusnya Indonesia bisa jauh lebih maju sekiranya para gubernur, bupati, dan walikota di seluruh Indonesia punya integritas, kapabel, dan punya komitment yang kuat bagi kemajuan daerah yang dipimpinnya.  Siapaklah yang punya tanggung jawab mencetak pemimpin seperti itu? Jawabannya saya serahkan kepada para elit politik di negeri ini.

******

[caption caption="Sumber Ilustrasi: setkab.go.id"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline