Lihat ke Halaman Asli

Isu Deparpolisasi, Bukannya Pedang Tak Bermata

Diperbarui: 13 Maret 2016   15:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ahok adalah Harimau dari Belitung Timur yang terdampar di belantara Jakarta dan mengaum keras melihat kebobrokan di sana sini. Berniat ingin terus membenahi Jakarta, Ahok memilih maju ke Pilgub DKI 2017 lewat jalur independen. Pilihan langkahnya terasa mengejutkan dan membuka mata banyak pihak. Isu mahar untuk kawin politik yang dikatakan harganya selangit itu, dan isu deparpolisasi yang menohok fungsi dan peran Parpol selama ini, menjadi bola panas yang menggelinding liar.

Banyak Parpol merasa ditelanjangi dan tersinggung karena tersodok oleh manuver Ahok.  Isu deparpolisasi membuat banyak kader PDIP terlihat panik dan seperti kebakaran jenggot. Lalu para tokoh politik lintas parpol ramai-ramai turun gunung dan menangkis isu mahar politik dengan cara ramai-ramai berkata ‘tidak semua Parpol meminta mahar’. Isu deparpolisasi dan mahar politik adalah dua isu yang berakar pada masalah internal partai, fungsi rekruitment dan kaderisasi Parpol yang dinilai mentah.

Ketika masalah kegagalan Parpol ini secara masif berimbas ke persoalan moralitas dan etika berpolitik yang meresahkan publik maka dampak munculnya gerakan relawan ‘teman Ahok’ dalam kontestasi politik Pilgub DKI 2017 bisa menjadi tsunami yang meluluh-lantakan eksistensi Parpol di mata publik. Parpol dihadapan pada persoalan sulit, di satu sisi mereka berhadapan dengan rakyat yang tengah marah dan ingin memberi pelajaran kepada Parpol, dan pada sisi lain mereka berusaha menjaga marwah Parpol sebagai satu-satunya lembaga resmi tempat menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat dalam berpolitik.

Sosok diri Ahok adalah contoh jawaban yang diharapkan publik guna mengatasi persoalan moralitas dan etika buruk dalam berpolitik yang tengah menggerogoti tubuh Parpol. Rakyat merindukan tampilnya tokoh-tokoh yang bersih, berani, kredibel, dan berintegritas. Ada peran besar ‘teman Ahok’ dalam menggerakan partisipasi publik guna mendukung jalur independen untuk Ahok. Publik yang bergerak mengupayakan tiket bagi Ahok untuk maju ke Pilgub DKI 2017 melalui jalur independen. Usaha gencar dilakukan agar nantinya Ahok hanya berhutang budi kepada rakyat, bukan kepada Parpol.

Teman Ahok adalah sekelompok relawan yang punya kepedulian terhadap kemajuan Jakarta. Partisipasi publik dalam kontestasi politik bukanlah hal yang baru di Indonesia. Relawan semacam itu ada di belakang Jokowi-Ahok dalam Pilgub DKI tahun 2012, dan mereka juga unjuk eksistensi diri dalam mendukung Jokowi-JK pada Pilpres 2014 yang lalu. Keberadaan relawan dalam kontestasi politik ini menunjukan bahwa rakyat peduli dengan bangsa ini, dan mereka merindukan tampilnya pemimpin yang jujur, berani, kredibel, berintegritas tinggi  guna memberantas mental-mental korup yang menghambat pembangunan nasional selama ini.

Tingginya angka Golput pada Pilkada bulan September lalu menunjukan adanya sikap anti pati di dunia politik terkait tipisnya kepercayaan publik terhadap calon pemimpin yang bakal berkuasa. Suatu sikap pesimistis publik yang kerap memprediksi pesta demokrasi di depan mata tidak akan melahirkan perubahan nyata. Gerakan relawan Ahok mencoba melawan stigma itu karena menilai sosok Ahok dan menaruh harapan besar ke depan berdasarkan kinerjanya selama memimpin Jakarta. Sebuah kontribusi nyata dari kalangan generasi muda dalam rangka membangun DKI Jakarta sehingga menjadi lebih baik melalui proses Pilgub 2017. Bagaimana tindakan Parpol dalam menyikapi hal ini?

Jurus Harimau Belitung Menaklukan Naga adalah tindakan Ahok dalam menyikapi antusiasme besar para relawan pendukungnya, dan sikapnya dalam rangka menghadapi tekan berat dari lawan-lawan politiknya yang bernafsu ingin menghabisi karir politiknya lewat proses Pilgub DKI 2017. Ahok tahu bahwa lawan politik sesungguhnya bukanlah PDIP, melainkan partai-partai atau kelompok tertentu yang merasa tidak nyaman selama Ahok memimpin Jakarta.

Pada sisi lain Ahok kerap menjadi sasaran tembak, peluru liar sebuah pertarungan partai-partai besar yang tengah berupaya menguasai Jakarta. Gerindra, PKS, Demokrat secara kasat mata telah mulai bermain berupaya menyingkirkan PDIP dari tahta panas di DKI Jakarta. PDIP pun tidak tinggal diam, isu deparpolisasi yang keluar dari muluk kader PDIP bukannya tak bermata.  Mata tumpul isu itu mengenai Ahok, namun sisi tajamnya berupaya menebas kepercayaan publik terhadap calon-calon yang coba diusung oleh Parpol yang menjadi lawan-lawan politik PDIP.

Manuver Nasdem yang cepat-cepat merapat ke kubu Ahok terbaca sebagai suatu strategi kerjasama antara Nasdem dan PDIP. Gerindra, PKS, dan Demokrat bukannya tak melihat makna manuver politik ini. Tembakan-tembakan liar yang ditujukan ke Ahok terlihat sebagai upaya memancing reaksi PDIP agar menampakan benang merahnya dengan fenomena ‘teman Ahok’ dan juga memancing rekasi partai-partai lain yang masih diam, yang belum menyatakan sikap politiknya untuk Pilgub DKI 2017.  

Seberapa besar kekuatan Parpol yang akan dikerahkan, seberapa hebat strategi perang yang akan diterapkan Parpol tetaplah tidak dapat dilepaskan dari upaya meraih simpati publik. Rangkullah simpati publik dengan cara menyentuh hati nuraninya, membangkitkan harapannya bahwa pesta demokrasi ini momennya menghadirkan kemajuan besar bagi masa depan Jakarta. Fungsi Parpol tak lain hanya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur aspirasi rakyat. Bila rakyat telah terlanjur terluka dan hilang kepercayaan untuk menitipkan hati nuraninya kepada Parpol maka tiada lain jalan bagi Parpol kecuali membuka diri terhadap segala kritik, dan membuang jauh-jauh topeng kebohongan dari wajahnya.

Ahok tak lebih seumpama seekor harimau di tengah belantara Jakarta. Dia mengaum keras di tengah kebobrokan di sana sini, dan aumannya terdengar merdu di telinga para perindu yang mengimpikan Jakarta di pimpin oleh sosok yang tegas, berani, jujur, kredibel, dan berintegritas tinggi. Memang bukan cuma Ahok yang mampu melakukannya untuk jakarta, namun setidaknya Ahok telah membuktikannya. Siapa pun tetap punya peluang untuk tampil dan terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tetapi publik tidak hanya melihat hasil akhirnya, tetapi juga menilai bagaimana prosesnya dalam Pilkada. Junjung tinggi sportifitas dan kejujuran, mungkin akan mampu menahan laju deligitimasi Parpol di mata publik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline