Lihat ke Halaman Asli

Andaikan Aku Menjadi yang Mulia (MKD)

Diperbarui: 6 Desember 2015   13:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Esok Senin (7/12/2015) rencanya Mahkamah Kehormatan Dewan(MKD) akan memanggil tersangka pelaku pelanggaran etika anggota DPR RI yakni, Setya Novanto. Berandai-andai, andaikan aku menjadi anggota MKD dari Fraksi Partai Golput maka di dalam benakku telah kusiap sejumlah pertanyaan. Kubayangkan terjadi dialog sebagai berikut: (A=aku. SN=Setya Novanto)

A= Saudara Novanto, apa betul saudara menelikung pemerintah mencarikan jalan pintas agar perpanjangan kontrak karya Freeport dapat kepastian sebelum tahun 2019?

SN= Tidak Yang Mulia. Saya sangat menghormati pemerintah, Luhut Panjaitan. Karena dialah the real president

A= Saudara Novanto, saudara ketua Lembaga Tinggi negara, saudara seharusnya menghormati lembaga Kepresidenan. Presiden RI sekarang bukan Luhut Panjaitan, melainkan Jokowi

SN= Tetapi Yang Mulia, bukankah Jokowi telah melimpahkan sebagian wewenangnya kepada Kepala Staf Kepresidenan yang saat itu dijabat oleh saudara Luhut Binsar Panjaitan?

A= Karena sebab itu saudara Riza Chalid mengatakan “Pak, kalau gua, gua bakal ngomong ke Pak Luhut janganlah ambil 20%, ambillah 11% dan kasihlah Pak JK 9%?

SN= Benar Yang Mulia. Maksudnya agar jangan sampai Pak Luhut dan Pak Jokowi makan sendiri

A=Jadi saudara Ketua DPR RI mengakui adanya pertemuanm tersebut?

SN= Mengakui Yang Mulia.  Saya dihubungi Pak Luhut dan Pak Marzuki agar ikut bantu menyelesaikan masalah perpanjangan kontrak Freeport

A= Ada bukti bahwa dihubungi oleh Pak Luhut dan Pak Marzuki?

SN= Tidak ada telepon atau SMS, hanya pesan secara lisan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline