Lihat ke Halaman Asli

Freeport dan Gejolak Politik di Indonesia

Diperbarui: 19 November 2015   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejarah Pertambangan Emas dan Tembaga Freeport di Papua

Pada tahun 1936, Jeans Jacques Dozy, seorang geolog  anggota Ekspedi Shell di Gunung Carstensz, gunung tertinggi di Hindia Belanda, menemukan batu hitam aneh dengan warna kehijauan yang mengandung emas dan tembaga. Pada tahun 1960 Ekspedisi Forbes Wilson dan Del Flint dari Freeport Mineral Coy menindaklanjuti temuan tersebut. Endapan bijih campuran emas dan tembaga berupa bukit setinggi 179 meter, pada ketinggian 3000 meter di atas permukaan laut, dengan deposit sekitar 30 juta ton menarik perhatian Freeport Mineral Coy.

Sudah 48 tahun aktifitas pertambangan emas dan tembaga PT. Freeport-Mc Moran Indonesia berlangsung di bumi Papua. Berawal pada tahun 1967 ketika ditantangani Kontrak Karya (KK) Generasi I antara Pemerintah Indonesia dengan PT, Freeport-Mc Moran selama 30 tahun. PT. Freeport Indonesia dibentuk berdasarkan UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing Pasal 3 Ayat 1, bahwa dalam rangka Penanaman Modal Asing harus dibentuk badan usaha yang berbadan hukum dan berkedudukan di Indonesia. PT. Freeport Indonesia mulai beroperasi tahun 1973 dengan teknik tambang terbuka (Open pit mining).  

Lokasi tambang  di Grasberg (Gunung Rumput, Bahasa Belanda), di sebelah Barat Puncak Jayawijaya yang diliputi salju yang ketinggiannya mencapai 4884 meter di atas permukaan laut.

 

Posisi Tawar Menawar Pemerintah Indonesia Ketika KK Ditandatangani

Ketika KK Generasi I ditandatangi tahun 1967, kondisi politik Indonesia belum stabil pasca G30S 1965, dan pemerintah Indonesia membutuhkan dana yang besar untuk melakukan pembangunan di bidang Ekonomi. Freeport datang dengan membawa modal, teknologi, dan sumber daya manusia yang handal sedangkan Indonesia hanya bertindak selaku pemilik lahan. Pada tahun 1981 PT. Freeport Indonesia mulai memperluas kegiatan penambangan dalam di daerah tersebut sejalan dengan ditemukannya cadangan baru.

Pada tahun 1986 Pemerintah Indonesia memperoleh divestasi sebesar 8,5 % dari PT FI, sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam divestasi sejak tahun 1968. Perkembangan selanjutnya diadakan perpanjangan KK 5 sebagai KK II pada tahun 1991 selama 30 tahun ditambah 2 kali 10 tahun sampai tahun 2021, karena ditemukan cadangan baru yang sangat besar di daerah Grasberg pada ketinggian 4000m dari permukaan laut. Produksi semula 5000 ton bijih per hari pada awal KK meningkat menjadi 52.000 ton per hari tahun 1991 dan sekarang menjadi sekitar 240.000 - 250.000 ton per hari.

Sementara itu pada tahun 1998 perusahaan mendirikan smelter tembaga di Gresik sebaga pemenuhan salah satu syarat dalam peningkatan produksinya. Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk memperoleh nilai tambah bagi kepentingan nasional (Sabirin, 2010; Mahler, 2008; Machribie, 2006; Clark, 2008).

Ketika KK Generasi II ditanda tangani tahun 1991 pemerintah Indonesia tengah menghadapi tekanan Internasional sehubungan dengan pelanggaran HAM berat yang terjadi di Santa Cruz, Timor Timur. Kejadian yang bila disidangkan secara Internasional itu akan menyebabkan banyak Jendral terseret, akhirnya berhasil memaksa Soeharto menanda tangani perpanjangan kontrak yang secara kasat mata sangat merugikan bagi Indonesia.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline