Lihat ke Halaman Asli

Tragedi Desa Selo Awar Awar

Diperbarui: 10 Oktober 2015   19:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika nyawa dihargai
tak lebih mahal dari tambang pasir
maka ia rindu akan darah
sebagai pelepas dahaga hausnya

maka ia menggiring para pembunuh itu
ke dalam bilik penjara
sang iblis itu selalu saja menggoda
dan membutakan hati nurani sahabatnya

ketika uang panas hasil tambang mengalir
dengan uap hitam mengepul dari tubuhnya
ia menjadi teluh dan tenung
yang melumpuhkan kewaspadaan

ia menjadi penyumbat telinga
dan merantai tangan-tangan penguasa
dan terabaikanlah suara-suara hati
mereka yang butuh pertolongan

Salim Kancil, seorang hamba lingkungan
di desa Selok Awar Awar Pasirian Lumajang
nyawanya selembar melayang
demi mencegah kesewenang-wenangan

tubuhnya sebatang terbunuh
karena kesadarannya pada lingkungan
darahnya yang tertumpah ke tanah
membangkitkan kebenaran yang terpendam

haruskah darah demi darah tertumpah
guna membuka kepedulianmu?
haruskah ada nyawa yang dikorbankan
guna membuta mata hatimu?

engkau yang punya kuasa atas negri
mampu mencegah ilblis-iblis itu tampil berkuasa
di tanganmu Salim Kancil Salim Kancil yang lain
dapat terselamatkan dan terlindungi!

Btm,2015.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline