Lihat ke Halaman Asli

Menulis Puisi di Kompasiana

Diperbarui: 30 September 2015   03:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Rata-rata ada satu judul puisi yang kutulis setiap hari. Idenya bisa datang dari mana saja. Melihat anak-anak penjaja koran di lampu merah saat sore atau malam hari sering menggugah inspirasiku. Begitu juga dengan suasana pantai Bukit Dangas Sekupang Batam. Kalau lagi macet inspirasi, cukup satu atau dua jam di sana biasanya ada saja ide-ide muncul di kepala.

Angin yang tengah berhembus, dedaunan yang melambai dan jatuh melayang juga kerap menggugah inspirasi lahirnya sebuah puisi. Melatih kepekaan diri terhadap apa-apa yang dilihat dan didengar adalah salah satu manfaat yang kudapat dari menulis puisi. Melihat seorang gadis duduk termenung lalu kubayangkan diriku seperti sebuah ruh melayang merasuki diri si gadis dan merasakan suasana hatinya, berusaha menjadi dirinya di dalam ruang imajinasiku…dan jadilah sebuah puisi di mana aku memposisikan diri sebagai dirinya dan suara-suara yang keluar dari puisi itu seakan menjadi suara hatinya yang kusuarakan.  Berempati terhadap suasana hati sesorang kerap menjadi kunci pemahaman terhadap puisi-puisiku yang bertemakan cinta, sosial, dan religi.

Cukup banyak juga puisi-puisi yang kutuliskan dalam kategori kritik sosial, politik, dan kepedulian terhadap lingkungan hidup.  Puisi-puisi yang bersifat kritik sosial, dan politik biasa muncul ide-idenya sehabis membaca atau mendengar berita-berita yang tengah hangat menjadi sorotan masyarakat luas. Lain halnya tentang lingkungan hidup, ide-ide puisi tentang ini biasanya muncul dari hasil pengamatan visual terhadap apa yang terlihat di depan mataku sendiri. Menyuarakan soal lingkungan hidup menurutku haruslah sifatnya menggugah. Sikap peduli terhadap lingkungan hidup haruslah menjadi kepedulian bersama. Karena sebuah lingkungan hidup yang terjaga dan tertata dengan baik toh kita semua yang merasakan manfaatnya.

Puisi adalah gaya mengekspresikan diri lewat bahasa yang ringkas, dan di dalamnya mengandung pesan-pesan baik itu ditujukan kepada diri sendiri mau pun kepada para pembacanya. Penulis dapat menggiring puisinya menuju multi makna atau multi tafsir dan dapat juga mengarahkannya menuju pada sebuah pemahaman yang tunggal. Bagaimana pertimbangan si penulis itu sendiri mau seperti apa makna yang ingin dia sampaikan.

Tulisan ini hanyalah sekelumit cerita tentang pengalaman penulis sendiri, tidaklah bermaksud menghadirkan teori-teori sastra yang mungkin terasa membosankan bagi sebagian orang. Menulis itu adalah bagian dari ibadah. Karena itu ketika hendak menuliskan sesuatu harus diawali dengan niat yang baik dan disampaikan dengan cara-cara yang bijak. Saya bukanlah seorang penulis yang hebat yang mempunyai analisis yang cerdas. Hanya bermodalkan pengetahuan yang pas-pasan dan itikad baik saya coba merumuskan jalan pikiran saya melalui nalar dan rasa, lalu menuangkannya ke dalam bentuk puisi.  

Kompasiana adalah salah satu blog di mana saya banyak memposting puisi. Menulis di kanal fiksiana terasa memberikan gairah tersendiri bagi saya. Bisa berinteraksi: saling memberi apresiasi, saling berbagi pengalaman,  saling menyapa dengan hangat adalah bagian dari hal-hal yang indah yang ada di Kompasiana ini. Hanya lewat puisi saya mampu banyak menulis dan puisi selalu menjadi bahasa saya di blog mana pun saya menulis. Meski belumlah tergolong sebuah karya puisi yang istimewa, karena saya masih harus banyak belajar lagi, namun saya akan tetap setia mengisi kanal fiksiana hanya sekedar untuk berbagi dan beribadah.

Batam, 30/09/15.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline