Lihat ke Halaman Asli

Belajar Kebajikan Hidup dari "Daun Kering", Berpijak dari Buku dan Spiritualitas Daun Kering

Diperbarui: 16 Oktober 2018   17:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hidup adalah proses. Lebih tepatnya berproses untuk "menjadi."Enta menjadi apa, sangat tergantung pada pilihan masing-masing. Dalam proses menjadi, ada yang tetap tetapi ada yang berubah. Ada yang ditinggalkan, juga ada yang harus dipertahankan.

 Esensi kita sebagai manusia tidak akan pernah berganti menjadi tumbuhan. Itu yang tidak berubah. Tetapi ada pula yang berubah. Usia kita tak pernah tetap. Ia selalu berlari seiring waktu. Setiap waktu yang telah pergi tak akan pernah kembali.

Kita bisa menganalogikan perziarahan hidup kita dengan sebuah daun pada sebatang pohon. Ada saatnya kita menjadi pucuk daun yakni saat kita datang ke dalam dunia dan menjalani masa kana-kanak. Kemudian berkembang menjadi daun muda, saat kita menjalani masa muda. Perlahan-lahan tumbuh menjadi daun  matang yakni saat kita memasuki usia dewasa. Akhirnya menjadi daun layu dan kering, saat memasuki usia senja.

Tentang daun kering, Armada Riyanto menulis buku Spiritualitas Daun Kering. Daun kering bukan momen akhir dari sebuah daun, melainkan justru tahap baru dalam "perziarahan," demikian ditulis Armada. Tahap baru perziarahan itu adalah pemberian Tuhan. Armada Riyanto,  menyebut daun kering sebagai metafora tahap hidup rohani atau spiritual. Penyebutan daun kering memaksudkan pula momen kerendahan hati untuk dimatangkan dan dibakar oleh Cinta Tuhan dan pada gilirannya akan bersatu dengan tanah untuk menjadi humus yang menumbuhkan dan meyuburkan aneka tanaman.

Daun kering menampilkan kematangan daun. Daun kering bukan pertama-tama daun yang kaku-layu, mati dan segera hancur tak berguna. Tetapi daun kering memiliki karakter kamatangan. Daun kering adalah daun yang matang oleh cahaya matahari. Saat daun itu matang, ia memiliki kemampuan lepas bebas dari ikatan dahannya. Kalaupun ia belum lepas bebas, keterlepasannya merupakan "keterarahan."

Lantas, apa itu spiritualitas daun kering?

Spiritualitas merupakan itu yang memiliki destinasi rohani, menyuburkan dan menumbuhkan kehidupan sesama yang lain dari banyak generasi, bukan hanya terutama untuk diri sendiri. Spiritualitas merupakan sebuah perziarahan, perjalanan, peralihan menjadi-mencintai.

Daun kering merupakan suatu tahap kematangan. Setiap daun kering mengatakan perubahan. Keringnya daun sepintas menampilkan suatu fase segera gugurnya daun, keterlepasannya dari tangkai dahan pohon, kejatuhannya ke tanah, kesendiriannya, dan akirnya kelenyapannya.

Menurut Armada, Spiritualitas daun kering adalah spiritualitas kerendahana hati. Kerendahan hati memaksudkan penyatuan diri dengan kehendak Tuhan dalam hidup. Kerendahan hati mengandaikan suatu relasi intim dan mendalam dengan Allah sendiri. Bukan sebaliknya mengandalkan kekuatan sendiri dan memoles diri agar tampak muda lagi.

Saat daun mengering adalah saat manusia menjadi seorang pendoa. Menjadi pendoa tidak sama dengan menghabiskan bayak waktu sedirian dalam meditasi. Menjadi pendoa memaksudkan sebuah kehadiran relasional yang lebih dalam dengan Tuhan.

Menjadi pendoa kerap mengatakan bukan disposisi bersandar pada kekuatan sendiri, tetapi juga bukan terpaku pada keterbatasan diri. Menjadi pendoa berarti menjadi sahabat yang murah hati. Murah hati bukan lagi berada dalam wilayah etis, perkara memberi sesuatu berupa materi, tetapi murah  hati berarti hati yang menyambut siapapun menerima siap saja apa adanya dan membawanya pada reasi kerahiman Tuhan apa adanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline