Lihat ke Halaman Asli

Benediktus Jonas

freelanecer

Merasa "Paling" di Antara yang Lain

Diperbarui: 8 Maret 2018   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

acceleratetv.com

Hidup bersama itu asyik. Selain kita belajar mengenal tipe-tipe kepribadian manusia juga menjadi ladang untuk menulis. Betapa tidak, ada banyak hal yang sebenarnya harus ditulis dan itu tentang keseharian hidup kita. Ternyata tidak perluh susah-susah mencari bahan tuk nulis. Hidup bersama sudah merupakan bahan yang tidak pernah selesai dirangkai dan tak kunjung tuntas dikupas.

Hari ini kita mencoba membahas suatu fenomena lama yang kelihatan baru. Fenomena itu ialah "merasa paling." Merasa paling adalah selalu dilekatkan pada manusia. Entalah, kadang kala kita melihat burung yang memamerkan keindahan tubuhnya dan kita menyebut burung itu merasa paling anggun, misalnya. Tetapi kita tinggalkan persepsi kita tentang burung. Sekarang kita bicara tentang human atau mungkin diri kita.

Di sadari atau tidak, ada segelintir orang di antara kita yang merasa paling. Paling jago main bola kaki, paling pintar, paling hebat nulis, paling jago rakit komputer, dan banyak lainnya. Itu selalu ada di antara kita.

Adalah positif jika orang yang hebat dalam bidang tertentu atau dalam banyak bidang, tidak memuji dirinya sendiri. Itu patut diberi apresiasi yang tinggi. Seandainya saya hidup dengan orang demikian, saya akan selalu memujinya dan belajar darinya.

Namun, tak dapat disangkal, ada banyak yang dalam pandangan umum, tidak memiliki kemampuan atau keahlian khusus, tetapi selalu merasa paling. Paling hebat, paling tahu. Orang demikian, kadang mengungkapkan dirinya lewat tindakannya tetapi sering dengan kata-kata. Ia selalu berusaha meyakinkan orang lain dengan berbagai cara agar ia dipuji paling. Ketika tidak dipuji, ia marah atau mengungkapkan dirinya dengan pujian.

Ternyata tampil apa adanya jauh lebih baik. Merasa paling dapat menjauhkan kita dari orang lain. belajarlah dari banyak orang hebat yang memilih diam dari pada mempromosikan diri. Justru orang-orang yang tahu banyak hal menyadari bahwa mereka tidak tahu apa-apa.

Meminjam filosof Sokrates, saya mencoba merenung sambil ngopi, "Semakin orang mengetahui banyak hal, semakin ia merasa tidak tahu apa-apa." Ini penting direnungkan agar tidak menjadi sombong dan merasa diri paling, pada hal tidak bisa apa-apa dan tidak tahu apapun. Justru jika kita mengetahui banyak hal kita harus memberanikan diri untuk mengatakan bahwa kita masih belajar lebih keras lagi untuk mengetahui lebih banyak hal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline