Mungkin telah menjadi budaya kita setiap menyambut perayaan Natal, kita akan mempersiapkan beragam Bingkisan atau istilah zaman now kita sebut Hampers untuk kita berikan baik kepada keluarga, saudara, sahabat atau teman kita. Dan begitu sebaliknya akan datang pula mungkin beragam Hampers Natal dikirimkan ke kita. Bingkisan atau Hampers itu bisa berupa macam-macam.
Mulai dari sekedar permen, snack, makanan, barang berharga, cindera mata, atau bahkan berbentuk uang. Atau juga ada yang memberikan bingkisan natal berupa sebuah perjamuan makan malam, tiket berlibur atau sesuatu yang diimpikan sejak lama dan diberikan pada saat Natal. Sungguh indah pengalaman ini menjadi budaya dalam kehidupan kita. Menelisik jauh pada masa lalu saat Yesus lahir, kita mengenal tradisi ini melalui kisah tentang tiga orang Majus dari timur. Yang kita kenal ketiga orang itu bernama Melchior, Casper dan Balthasar.
Mereka membawa persembahan untuk Yesus berupa Emas, Kemenyan dan Mur. Tradisi yang kita kenal dari abad ketujuh ini yang mungkin sekarang dihidupi tengah-tengah kita. Kita mempersembahkan bingkisan kepada orang sekitar kita sebagai tanda sukacita menyambut Dia yang lahir sebagai juruselamat. Tradisi itu baik adanya dan memang begitu sebagaimana mestinya.
Tapi, ada satu yang sering kita lupa. Mengenai bagaimana kisah ketika Maria dan Yusuf mengalami berbagai penolakan. Mungkin jika di zaman sekarang Maria dan Yusuf akan dimudahkan karena dapat order penginapan melalui aplikasi online. Jika penuh, tinggal cari tempat penginapan lain yang masih ada kamar. Bahkan bisa cari penginapan dengan fasilitas yang beragam dan memilih budget yang sesuai. Ngga ada uang? Mungkin Maria dan Yusuf bisa memakai fasilitas "Paylater" yang disediakan. Tapi kan mereka hidup dan Yesus terlahir di masa lalu dimana semua masih serba terbatas teknologinya. Lalu apa yang kita lupa?
Seandainya saja, Yesus terlahir di sebuah penginapan kelas bintang tujuh dengan fasilitas kamar lengkap dengan bed empuk, penghangat ruangan, ada bathtub serta shower, handuk disediakan bahkan ada cadangannya, lengkap dengan selimut hangat pula. Apakah tiga orang Majus diatas akan tetap datang dan memberi persembahan yang sama? (Mari kita renungkan)
Lalu apa yang kita lupa? kita lupa, meski dalam Alkitab disebutkan bahwa akhirnya Yusuf menemukan sebuah kandang domba dimana ada para penggembala sedang beristirahat dengan ternaknya meminta izin kepada mereka beristirahat di Kandang. Kita lupa, bahwa proses melahirkan merupakan sebuah proses yang sangat berat bagi seorang wanita atau ibu dimana ada nyawa yang dipertaruhkan.
Dan tentu seorang ibu tidak akan mampu menjalani proses melahirkan bayi tanpa ada seorangpun membantunya. Apakah karena ini Yesus yang lahir lalu ia terlahir dengan mudahnya begitu saja? Lahir ceprot trus nangis oek oek oek gitu? Kan tentu tidak. Ada berbagai peran besar saat itu, terutama oleh para Gembala yang kita lupa atau tidak di bahas secara mendetail. Inilah persembahan paling mulia, bingkisan paling indah Natal yang seharusnya menjadi tradisi bagi kita. Bagaimana para gembala, dengan segala kekurangan yang ada.
Dengan kandang yang kotor, palungan yang penuh jerami sisa makan ternak, dengan kemampuan seadanya pula membantu proses persalinan Maria hingga melahirkan Yesus. Memberikan kain seadanya untuk lampin Yesus dalam palung. Bahwa bukan dengan segala kemewahan yang diberikan para gembala. Bukan segala yang sengaja diada-adakan bagi Yesus yang akan lahir.
Tapi Mereka memberikan sebaik-baiknya yang bisa mereka berikan dan lakukan untuk membantu Maria dan Yusuf. Yang utama adalah mereka memberikan HATI melalui Ketulusan, Kerelaan Hati, dan Bantuan semampu yang mereka bisa lakukan dengan iklhas hati. Hati Yang Tulus dan Rela para gembala berikan karena mungkin mereka tahu hanya itu yang mampu mereka berikan. Meski kotor, lelah, sakit, penuh derita hatimu apakah kamu mau memberikan Hatimu untuk Yesus?
Dia tidak meminta hatimu harus bersih tanpa noda tapi kita sadar memberi hati yang bersih tentu lebih baik maka kita mengaku dosa sebelum menyambut Natal. Nyatanya Yesus justru memilih hadir dan meminta hatimu yang penuh dosa itu untuk tinggal disana.
Jadi, selain bingkisan-bingkisan dan persembahan indah yang kita berikan kepada orang lain sebagai tanda suka cita itu. Ada pertanyaan yang harus kita renungkan bersama. Sudahkah kita memberikan Hati dengan penuh ketulusan dan kerelaan kepada sesama kita bahkan kepada Yesus? Dan apakah kita bisa menerima persembahan hati dari orang lain meski itu penuh dengan segala kotoran dan dosa?