Semakin mendekati pesta demokrasi, baliho dan bendera partai politk tak lebih dari sekadar sampah visual dan politik yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa seseorang ketimbang sebagai cara menarik suara masyarakat.
Kejadian tragis di Flyover Kuningan, Jakarta Selatan, dan perempatan Cilandak KKO menjadi bukti konkret bahwa baliho caleg dan bendera partai bukan hanya sampah visual, tetapi juga ancaman nyata bagi keselamatan publik.
Note: Sengaja tak saya masukkan video lengkapnya karena memuat grafik yang mungkin mengganggu kenyamanan.
Pada 17 Januari 2024, pasangan Salim dan Oon menjadi korban kecerobohan politik ketika tertimpa bendera parpol di Flyover Kuningan.
Bukankah seharusnya fungsi alat peraga kampanye adalah untuk mempromosikan, bukan untuk merenggut nyawa?
Para politisi seharusnya malu dengan fakta bahwa keseriusan mereka dalam berpolitik berujung pada tragedi bagi masyarakat yang tidak bersalah.
Tidak hanya itu, pada 18 Januari 2024, di Cilandak KKO, baliho caleg dan bendera partai roboh setelah diterpa hujan dan angin kencang.
Jika politisi tidak mampu menjaga baliho mereka sendiri, bagaimana masyarakat bisa percaya bahwa mereka akan mampu melaksanakan tugas negara?
Jika mereka beralasan karena ini adalah musibah dan tidak bisa memperkirakan cuaca dan angin kencang, apakah itu artinya mereka tak punya cara berpikir dan analisis dampak yang jauh ke depan?