Kabar mengenai minimnya lulusan S2 dan S3 di Indonesia menuai banyak respon dari netizen. Hal ini menyangkut keterangan Jokowi tentang urgensi peningkatan rasio lulusan S2 dan S3 di Indonesia.
Pada Senin, 15 Januari 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekhawatiran terkait rendahnya rasio penduduk berpendidikan tinggi di Indonesia.
Dalam sambutannya di Konvensi ke-29 dan Temu Tahunan ke-25 Forum Rektor Indonesia, Jokowi menyampaikan fakta bahwa rasio lulusan S2 dan S3 terhadap populasi produktif Indonesia masih sangat rendah, yaitu hanya 0,45 persen dari jumlah total penduduk produktif berusia 15-64 tahun.
Hal ini membuat Indonesia tertinggal jauh dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam, yang memiliki rasio lulusan S2 dan S3 sebesar 2,43 persen.
Jokowi menyoroti bahwa meskipun Dana Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LPDP) telah mengalami peningkatan signifikan, mencapai Rp 139 triliun pada 2023, angka tersebut masih jauh dari memadai.
Meskipun jumlah penerima beasiswa LPDP meningkat tujuh kali lipat, Jokowi menegaskan bahwa langkah ini masih terlalu kecil untuk memenuhi kebutuhan pendidikan tinggi yang sebenarnya.
Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki penduduk usia produktif mencapai 187,2 juta jiwa pada tahun 2020.
Dengan rasio lulusan S2 dan S3 hanya sekitar 0,45 persen, jumlah lulusan tingkat lanjut di Indonesia menjadi kurang dari 1 juta, sementara negara sekitarnya telah berhasil menghasilkan lulusan tinggi dalam jumlah yang jauh lebih besar.
Urgensi meningkatkan rasio lulusan S2 dan S3 bukan hanya tentang prestise akademis, tetapi juga terkait erat dengan kualitas hidup masyarakat.