Banyak yang sudah mengulas bagaimana diplomasi meja makan yang dilakukan Jokowi dan apa pesan dari pertemuan tersebut.
Sedikit berbeda, pada tulisan ini saya mau mencoba mengemukakan pendapat lewat opini saya tentang filosofi di balik pemilihan setiap menu makan siang Jokowi bersama ketiga capres.
Pertemuan makan siang yang diadakan di Istana Kepresidenan pada Senin, 30 Oktober 2023, antara para calon presiden merupakan langkah politik yang tidak hanya menampilkan sebuah pertemuan.
Di balik itu, menurut saya pertemuan ini juga memancarkan pesan kebersamaan dan kedamaian melalui beragam simbolisme yang tersembunyi di dalam hidangan yang disajikan.
Bagi saya, setiap hidangan yang tersaji memiliki makna mendalam yang tidak hanya sekadar lezat di lidah, tetapi juga memiliki filosofi politik dan pesan-pesan yang tersirat di dalamnya.
Makanan tidak hanya menjadi bahan konsumsi, tetapi menjadi medium simbolik yang memperlihatkan semangat kolaborasi, kerukunan, dan keselarasan.
Filosofi di Balik Variasi Menu Makan Siang Istana
Beberapa hidangan yang disuguhkan termasuk nasi putih, soto lamongan, ayam kodok, sapi lada hitam, dan bebek panggang.
Tidak hanya itu, juga terdapat hidangan seperti cumi goreng, udang goreng telur asin, kaylan cah sapi, serta minuman berupa es laksamana mengamuk dan jus jeruk.
Saya beropini setiap hidangan yang disajikan memiliki makna filosofisnya sendiri, yang pada dasarnya menjadi metafora dalam dinamika politik:
1. Nasi Putih:
Melambangkan kesederhanaan, menjadi pengingat bahwa kebijaksanaan seharusnya bersinergi dengan kesederhanaan.