Lihat ke Halaman Asli

Benedictus Adithia

TERVERIFIKASI

Kompasiana Youth Creator Batch 1 | Journalism Enthusiast

Suka dan Duka yang Saya Alami sebagai Anak Guru

Diperbarui: 4 Oktober 2023   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi seorang guru. (Instagram.com/@sketsabuluangsa)

Sebagai seorang anak, kita seringkali diidentifikasi oleh profesi orang tua kita. Kedua orang tua saya adalah guru. Ayah saya adalah guru Biologi di sebuah SMP, sementara ibu saya mengajar Matematika di SMP yang berbeda.Bukan PNS, hanya guru swasta biasa di sekolah yang juga tidak terlalu istimewa.

Saya ingin menekankan bahwa tulisan ini bukanlah untuk mengeluh atau merasa tidak bersyukur atas hidup yang telah saya jalani. Sebaliknya, saya merasa beruntung dan bersyukur memiliki orang tua yang peduli dan berdedikasi untuk membantu membentuk sebuah generasi melalui pendidikan. 

Melalui pengalaman ini, saya hanya ingin membagikan cerita tentang suka dan duka yang mungkin bisa dirasakan oleh banyak anak guru di luar sana, dan mungkin ada yang bisa relate dengan cerita saya.

Melalui artikel ini juga, saya berharap dapat mengungkapkan penghargaan dan rasa hormat saya kepada seluruh guru yang telah berjuang untuk keluraganya. Saya juga ingin mendukung dan menghargai semua anak guru di luar sana yang mungkin merasakan hal serupa. 

Terkadang (namun sering juga), menjadi anak guru tidak mudah, tetapi saya percaya bahwa pengalaman ini membentuk saya menjadi individu yang sekarang, lebih dewasa dan disiplin.

Semoga cerita saya bisa memberikan wawasan tentang apa yang artinya menjadi anak guru. Saya berharap artikel ini juga dapat memberikan inspirasi dan dukungan bagi mereka yang memiliki orang tua guru atau yang menjalani perjalanan serupa.

Sepertinya sayapun mewarisi ilmu-ilmu mengajar dari kedua orang tua saya. (dok. pribadi)

1. Stigma Anak Guru itu Harus Pintar

Stigma yang mengharapkan anak-anak guru untuk selalu pintar dalam hal akademis merupakan salah satu stereotip yang kerap kali disalahpahami dalam masyarakat. 

Entah dari mana datangnya stigma ini, namun kita semua tahu bahwa bakat dan talenta yang dimiliki setiap orang itu berbeda-beda. Menilai anak-anak guru berdasarkan kemampuan akademis saja adalah pendekatan yang terlalu sempit dan tidak adil. 

Saya adalah salah satu contoh yang dapat menggambarkan bahwa stigma ini tidak selalu berlaku. Saya mungkin tidak terlalu pintar dalam dunia akademis, namun jika digali lagi, ada bakat dan talenta lain yang saya bisa kembangkan, misalnya dalam hal seni.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline