Lihat ke Halaman Asli

Ellen Maringka

TERVERIFIKASI

Natal Dan Tahun Baru; Pulang Dan Bersyukurlah

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13871555251872867770

Desember selalu menjadi bulan favorit. Bukan semata mata karena ada Santa Claus, yang merupakan tradisi dari Belanda yang tetap dijalankan turun temurun di Manado sampai saat ini , tapi karena Desember selalu melimpah dengan kue dan makanan enak. Ini barangkali alasan paling sederhana yang tidak terpungkiri. Saya selalu suka dengan  harum aroma kue mentega yang tercium di hampir semua rumah.  Kelezatannya bahkan sudah terasa sebelum dicicipi. Desember adalah bulan dimana secara universal, manusia berefleksi dalam berbagai cara. Di dunia bisnis ada perhitungan tutup tahun, para pengusaha menghitung rugi-laba, sebagai acuan untuk menentukan strategi bisnis di tahun mendatang, sekaligus mengukur pencapaian target yang sudah ditetapkan. Manusia tidak semata mata menghitung keuntungan dan berkat dengan ukuran materi. Tapi yang pasti Desember adalah bulan terakhir dimana kita sejenak berpikir tentang kejadian sepanjang tahun, sambil mensyukuri semua yang sudah kita terima. Keluarga. persahabatan, cinta, kesehatan, dan kesempatan hidup. Semua ini tak terukur nilainya dengan uang. Peristiwa menyenangkan yang telah membawa kita mengecapi kebahagiaan hidup dan bersuka cita, tentu merupakan berkat yang atasnya kita syukuri. Tapi apakah rasa syukur manusia hanya terbatas pada sesuatu yang menggembirakan ?. Apakah kita hanya berterima kasih untuk sesuatu yang membawa keuntungan ?. Bagaimana dengan pembelajaran hidup yang kadang harus kita terima lewat rasa sakit dan tetesan air mata ? Bukankah itu juga memproses kita menuju pendewasaan pribadi sebagai manusia yang mampu lebih ikhlas menerima meski tak pesimis berusaha ?. Natal dan Tahun Baru Adalah Momen Untuk Pulang Dan Bersyukur. Pulang tidak selalu harus diasosiasikan dengan kembali ke rumah yang berbentuk fisik, meskipun itu tidak disangkal merupakan hal yang sangat menyenangkan.  Bagi saya "pulang" adalah menemukan diri  sendiri ditengah hiruk pikuk kesibukan menjelang Natal.  Pulang adalah merekoleksi  kembali rangkaian kejadian, pelajaran maupun momen berharga, dimana seluruh eksistensi sebagai manusia  terasa bermakna.  Pulang adalah mencintai dan dicintai. Diantara mereka yang peduli dan saya pedulikan, terasa ada  kehangatan "rumah" yang selalu membuat saya betah dan nyaman. Mencintai, Memiliki, Dan Kehilangan Desember 28, 2001. subuh jam 5, diiringi rinai gerimis dan hembusan angin dingin,   momen dimana saya belajar mengenai satu kenyataan hidup bahwa mencintai, memiliki dan kehilangan adalah siklus yang saling melengkapi  dan menyempurnakan. Ayah yang begitu saya cintai dipanggil Tuhan. Dunia terasa sangat tidak bersahabat, dan untuk sejenak saya merasa sangat sendiri. Tuhan seperti diam dalam kebisuan abadi.  Ratusan pinta yang saya panjatkan demi kesembuhan Ayah, seperti memantul di dinding kamar ICCU, tak terjawab. Bunyi monitor alat perekam jantung pada akhirnya menemukan nada dasarnya yang abadi. Rata, tak menyisakan pengasihan. Ayah kembali tanpa sempat melihat cucu cucunya bertumbuh remaja dan dewasa. Tugasnya telah selesai.  Ayah sudah pulang. Terngiang kembali satu perkataan ayah yang merasuk kalbu, menusuk tepat di ulu hati, karena untuk pertama kalinya kurasakan kebenaran dari kalimat itu;  Akhirnya yang tersisa hanya kau dan Tuhan. Ketika kehilangan Ayah, untuk pertama kalinya kupahami bahwa manusia hanya bisa mencintai dengan sungguh sungguh karena sadar akan keterbatasan waktu. Manusia diajar untuk menghargai dan bersyukur, karena satu fakta kehidupan yaitu : Tiada Yang Abadi. Lirik lagu Ebiet G Ade terdengar lebih membawa makna:....Mumpung kita masih diberi waktu... I Could Have Love You More, Dad Kalimat ini terasa seperti ungkapan penyesalan yang tidak sepenuhnya berupa penyesalan. Mungkin ini hanya kalimat rengekan seorang anak perempuan yang kehilangan sang pelindung dan pahlawan hidupnya. Bahwa aku telah dewasa, bekerja, menikah dengan suami terhebat, punya anak, mampu berdiri sendiri... tidak mengurangi kenyataan betapa diriku tetap membutuhkan dan merindukanmu Ayah. When you lose, don't lose the lesson. Pelajaran apa yang mungkin bisa kudapat dengan kehilangan Ayah?. Butuh banyak tahun bagiku untuk memahami dan belajar menghargai kepedihan hidup.  Dua belas tahun berlalu... ini yang bisa kusyukuri dan kupelajari sejak engkau tiada. - Bahwa cinta adalah kata kerja. Mencintai tanpa melakukan sama dengan tong kosong berbunyi nyaring. Bagaimanapun, aku menyesal tidak cukup sering mengatakan kepadamu betapa aku mencintai dan menghargai semua kasih sayang dan perjuanganmu untuk mama dan kami anak anakmu. Jauh di lubuk hati, kuharap kau memahami... "you are my hero, and I love you so much." - Bahwa selalu ada yang disyukuri dari setiap kejadian. Kehilangan dirimu mengajarkan kami anak anakmu untuk lebih mandiri. Menyadarkan kami untuk lebih menghargai waktu dan prioritas, karena yang sudah berlalu tidak akan kembali. Kehilangan mengajarkan aku untuk lebih memaknai arti memiliki. Sekarang, dua belas tahun sejak kepergianmu.... Kusadari, engkau pergi, tapi sebenarnya aku tidak kehilanganmu. Cintamu abadi di dalam hidupku. Nasehatmu cukup membekaliku, meskipun aku belum mampu menjadi sehebat dirimu. But I am trying Dad.. Everyday, I try to do  better than yesterday. I can't promise you much, but this I can say ; I will always try to do my best!. Desember 2013. Aku pulang, dan bersyukur.  Aku pulang menemukan bagian dari dirimu di dalam diriku. It feels so good to be home and at peace with you. Engkau tidak pergi meninggalkan kami.. hanya memberi kesempatan agar kami  belajar mandiri,  belajar menjalani hidup sesuai panggilan jiwa dan  terus semangat melakukan yang baik. Aku bersyukur telah  diberi kesempatan menjadi anakmu.  Merry Christmas Dad.. it's certainly grand to be home. *gambar diambil dari www.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline