Lihat ke Halaman Asli

Ellen Maringka

TERVERIFIKASI

Anas Ngeyel, Samad Ngotot, Rakyat Menanti

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13891490751846297339

[caption id="attachment_314543" align="aligncenter" width="619" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN)"][/caption] Entah apa yang ada di benak Anas Urbaningrum, yang selama ini bicara selalu dengan gaya seakan akan tidak takut dengan panggilan KPK dan siap membuktikan dirinya tidak bersalah. Saking ingin membuktikan "kebersihannya" terkait mega proyek Hambalang, Anas sedari awal sudah mengumbar perang urat syaraf dengan mengatakan bahwa siap digantung di Monas. Memang pusing mengartikan perkataan politikus negara ini. Tidak heran kemajuan berpolitik sehat di negri ini tidak tampak jelas, karena para petinggi dan pemain politik bicaranya selalu kabur, berputar putar dan tidak bisa dipegang. Mirisnya, di tangan para politikus seperti inilah dengan sistem pemilihan Presiden dan wakil rakyat, kita menyerahkan masa depan dan nasib bangsa Indonesia. Jargon "politik memang kotor", adalah ungkapan kekecewaan masyarakat yang sudah hampir tidak percaya ada jalan yang bersih dan jujur dalam dunia politik. Padahal politik tidak seharusnya "kotor". Politik adalah cara mencapai suatu tujuan demi kemajuan yang besar. Dalam hal ini bagaimana kita memajukan negara lewat sistem demokrasi yang baik sekaligus pada akhirnya menyejahterahkan rakyat. Lha iya kalau hanya bisa berbicara bebas dan berorasi sebebas bebasnya, sementara banyak anak putus sekolah, dan hutang negara ini semakin membelit, untuk apa demokrasi seperti itu ?. Demokrasi tetaplah bertujuan mulia: Memajukan dan menyejahterahkan rakyat. Selama ini masyarakat hanya melihat politik sebagai sarana dan alat untuk mencapai ambisi golongan maupun pribadi tertentu, dengan cara apapun. Rakyat terus menerus yang menjadi umpan sekaligus korban perpolitikan yang carut marut. Anas Urbaningrum dulu dikenal sebagai the "rising star" young politician of Indonesia. Sosok yang berperawakan kalem, tenang, dan aktif dalam kegiatan kemahasiswaan selama berkuliah di UI. Pada akhirnya puncak kejayaan Anas terjadi setelah dirinya bergabung dengan partai Demokrat dan dengan segala "perjuangan" berhasil menghantar dirinya sebagai ketua umum PD sebelum akhirnya lengser karena imbas Hambalang. Pujian dari Anas untuk SBY ketika masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, terdengar berlebihan ketika masih kompakan. Saya sendiri memilih menutup telinga ketika Anas mengagung agungkan SBY sebagai sang guru, seseorang yang patut dicontohi, bahkan gaya bicaranya juga sebelas- dua belas njiplak SBY. Menjadi tidak seksi karena sebagai seorang pemuda yang katanya reformis, Anas diharapkan memiliki gaya baru tersendiri yang berbeda. Inti kampanye yang memenangkan PD untuk kedua kalinya, karena menonjolkan kader kader muda yang berotak cemerlang sebagai angin segar yang bertiup ditengah kesumpekan suasana politik yang orangnya itu itu saja. Rakyat "terkecoh", termasuk saya!. Begitu memasuki putaran kedua masa kepemimpinannya, SBY malah kehilangan wibawa dan ketegasannya sebagai orang nomor satu di negri ini. Prihatin, mengevaluasi, meminta, dan memerintahkan adalah beberapa suku kata kesukaan Pak Presiden , tanpa pernah sekalipun saya mendengar SBY sebagai Presiden Indonesia mengatakan,"Saya bertanggung jawab!." Sifat sabar merupakan hal yang baik kalau itu untuk menekan emosi diri yang berlebihan. Tapi kalau sabar melihat penderitaan rakyat tanpa bisa marah dan mengambil tindakan tegas, nah ini menurut saya kesabaran yang kebablasan!. Jauh lebih baik seorang pemimpin yang marah, bersuara keras, tapi bertindak dan bekerja!. Kesabaran Anas rupanya lebih mengarah kepada sifat suka mengulur ulur waktu. Terbukti dengan kemangkiran dirinya atas panggilan KPK yang membuat Abraham Samad kehilangan kesabaran dan dengan tegas menyatakan bahwa dirinya tidak sungkan untuk memanggil paksa Anas  jika diperlukan. Yang dipersoalkan  Anas adalah urusan surat panggilan KPK.  Lewat salah satu kuasa hukumnya, Carrel Ticualu, pihak Anas mengatakan bahwa ketidak hadirannya dikarenakan tidak jelasnya surat panggilan KPK yang menyatakan Anas dipanggil untuk diperiksa terkait Proyek Hambalang dan proyek lain lain. Rupanya Anas meminta kejelasan yang " lain lain" ini sebelum bersedia mendatangi KPK.  Ah, kecermatan yang terlalu dibuat buat dan tidak perlu.

13891397001846620649

Kalau Anas memang seorang ksatria dan tidak takut karena merasa benar, justru pada kesempatan pertama segera datang dan sigap menghadapi KPK serta membeberkan kepada masyarakat, letak  kesalahan KPK, dan kartu truf apa yang selama ini disimpan untuk menjerat kubu Cikeas. Kalau begini caranya Anas, rakyat justru semakin menanti realisasi Monas  dijadikan tiang gantungan. Abraham Samad dengan geramnya mengisyaratkan sambil mengangkat tangan dan telunjuk,  KPK  tidak akan pernah gentar dengan Anas, siapapun dibelakang Anas. Pak Samad, siapapun dibelakang Anas, itu tidak lebih penting daripada rakyat yang berdiri dibelakang KPK, karena cinta akan bangsa ini.  Rakyat sudah sakit lahir batin dan menolak dijajah oleh koruptor biadab, pemakan sesama anak bangsa. Maju terus Abraham Samad. Rakyat dibelakangmu, menanti Indonesia baru yang sejahtera bagi semua. **foto dari http://www.antarasumbar.com/id/foto/berita/



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline