Lihat ke Halaman Asli

Piano Recital, bersama Daria van den Bercker

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Yogyakarta, 3 Agustus 2010

Dimulai dari ketika saya melihat sebuah poster besar berwarna merah dengan gambar seorang wanita dan sebuah piano di papan pengumuman bekas sekolah saya kemarin, akhirnya malam hari ini saya menonton sebuah konser yang diadakan oleh Erasmus Huis dengan bintang pianisnya, Daria van den Bercker. Tepat jam tujuh malam, saya berangkat dari rumah ditemani oleh sepupu saya, Mas Bondan, menuju Auditorium FK UGM. Beruntunglah kami, karena kami masuk tepat ketika pembawa acara selesai berbicara dan sang artis muncul. Tahukah Anda? Di dalam konser klasik, Anda tidak boleh masuk ke dalam ruangan ketika pianis masih memainkan repertoarnya karena itu akan mengganggu konsentrasi penonton juga pianis itu sendiri. Maka kalau Anda telat, Anda akan rugi beberapa repertoar yang indah-indah.

Nah, di sinilah kami, duduk di deretan tiga dari belakang bangku sebelah kiri. Segera saja kusiapkan recorder untuk merekam permainannya, walaupun saya tidak tahu sebenarnya boleh atau tidak. Tapi biarlah, kan alasan saya murni untuk pembelajaran (hehe).

Dalam kesempatan yang begitu menakjubkan ini, Daria memainkan sembilan repertoar yang terdiri dari lima komposer kondang, Beethoven, F. Chopin, C. Debussy, J. Haydn, dan F . Schubert. Daria sendiri adalah pianis berbakat berkebangsaan Belanda yang telah meraih beberapa penghargaan. Di antaranya adalah menjadi pemenang pertama pada ‘Prinses Christina Concours’, ‘Steinway Concours’ dan kompetisi ‘Stichting Jong Muziektalent Nederland’ (Yayasan Bakatmusik Muda Belanda). Sejak saat itu ia mengadakan berbagai resitalbaik di dalam maupun di luar negeri. Pada tahun 2005, ia menjadi pemenang pada ‘Vriendenkrans Concours van het Concertgebouw’. Dua tahun setelahnya, ia tampil untuk pertama kalinya dengan Rotterdam Philharmonisch Orkest.

Komposisi L. van Beethoven empat bagian yang berjudul Sonata in Es major op. 31 no. 3 menjadi pembukaan yang begitu indah. Sayang sekali saya melupakan permainan bagian pertamanya, tapi yang jelas permainannya bagus sekali seperti bagian kedua yang menampilkan nada-nada ringan dan cepat yang sangat mudah untuk dinikmati oleh telinga-telinga para penonton. Ditambah lagi dengan kejutan-kejutan dinamika dan permainan staccato-nya yang membuat para penonton bisa berimajinasi tentang anak-anak yang sedang berlompatan di taman. Sedangkan bagian ketiganya adalah jenis lagu minuet, yaitu lagu yang sering digunakan untuk menari duet di Eropa. Sesuai dengan tipenya, lagu ini adalah lagu yang yang sangat lembut karena memainkan banyak dinamika piano di dalamnya, dan dimainkan sangat bagus sekali karena perubahan dinamikanya begitu terasa. Berbeda sekali dengan bagian keempatnya, yang bertempo ‘Presto con fuoco’ atau dengan kata lain, ‘berapi-api’. Jadi tentu saja repertoar yang kali ini dimainkan begitu semangat dan berapi-api tanpa menghilangkan ciri-ciri rangkaian lagu ini, yaitu ringan dan cepat. Terasa sekali dengan dinamikanya yang menghentak-hentak dengan staccato-staccatonya yang manis, dan diakhiri dengan hentakan yang benar-benar memberi semangat.

Kemudian diikuti permainan komposisi F. Chopin dengan Nocturne op. 62 no. 1. In B major dan dua lagu dari komposer Prancis kondang, C. Debussy, yaitu “Les fées sont d’exquises danseuses” dan “General Lavine”. Sebelum memulai memainkan ketiga repertoar ini, Daria sedikit bercerita betapa dia sangat menyukai karya-karya Debussy.

Di sana dia menjelaskan betapa karya Debussy itu penuh akan imajinasi dengan komposisi nadanya yang berbeda dari komposer-komposer yang lain, tapi indah, seakan-akan bercerita kepada para penonton tentang cerita yang ada di balik lagu tersebut. Bahkan jika “Les fées sont d’exquises danseuses” diartikan ke dalam bahasa Indonesia, akan berarti “Tarian Peri-Peri yang Indah”. Nada-nada yang dimainkan memang unik, tidak seperti kebanyakan para komposer, mungkin jika Anda tidak tahu makna judul tersebut, Anda akan mengatakan bahwa nada-nada yang dimainkan terdengar aneh dan tidak mudah dinikmati. Tapi jika dicermati lebih lanjut, Anda akan menyadari bahwa lagu tersebut menceritakan tentang peri-peri yang terbang ke sana kemari dengan begitu cepatnya meninggalkan bubuk peri di sepanjang jejak angkasanya. Tidak jauh berbeda dengan “Les fées sont d’exquises danseuses”, “General Lavine” memiliki nada-nada yang unik pula, sesuai dengan ciri-ciri komponis Prancis, Claude Debussy.

Setelah break lima belas menit, konser kali ini pun memasuki sesi keduanya. Seperti biasa pada umumnya konser-konser klasik. Sesi kedua biasanya adalah sesi yang paling ditunggu-tunggu dan paling menarik. Kenapa? Karena pada sesi kedua inilah, sang pianis akan mempersembahkan lagu-lagu yang paling berat, paling susah, paling lama, dan tentu saja, paling bagus dari semua lagu yang telah dimainkan sampai para penonton terpukau kagum karenanya.

Di sesi kedua ini, pertunjukan dibuka dengan permainan Daria yang memukau dengan Sonata no 62 in Es major karya J. Haydn, Sonata terakhir yang diciptakan Haydn. Itu merupakan permainan dan lagu yang bagus sekali, saya suka kombinasi nada-nadanya yang pada suatu ketika bisa menimbulkan suasana anak-anak dan dikali lain mengalir begitu saja seperti air, terkadang bisa deras namun terkadang bisa mengalir perlahan di sungai-sungai yang tenang.

Setelah memainkan lagu yang indah tersebut, inilah saat-saat yang dinanti-nanti: lagu yang akan menjadi gong penutupan konser ini. Repertoar yang berdurasi kurang lebih 20 menit ini diciptakan oleh Franz Schubert pada tahun 1822 dan terdiri dari empat bagian. Lagu ini terkenal karena tingkat kesulitannya yang sangat tinggi. Bahkan Franz Schubert sendiri saja berkata, “It’s only ghost that can play this composition.” Dengan pernyataan tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa Daria adalah hantu karena dapat memainkan karya tersebut dengan sangat baik. Keempat bagian lagu ini dimainkan tanpa jeda yang pasti sehingga para penonton tidak bisa membedakan perpindahan antara bagian satu dan bagian lainnya. Lagu ini begitu panjang, begitu terlihat susah, begitu terlihat memukau, dan pastinya begitu melelahkan, karena bahkan dari tempat duduk saya saja, saya bisa melihat bahwa Daria sampai bermandikan keringat.

Repertoar yang berjudul “Wanderer Fantasie” ini menceritakan tentang seorang pengelana dan kisah-kisah dalam setiap perjalanannya. Menurut sepenangkap saya, bagian satu lagu ini menceritakan tentang awal perjalanan sang pengelana yang diwarnai dengan suasana semangat akan keingintahuan tentang dunia baru yang akan ditapakinya. Sedangkan bagian kedua dan seterusnya menceritakan suka duka sang pengelana selama berkelana mengelilingi dunia. Saya suka lagu ini, dan saya suka sekali bagaimana lagu ini diberi nama, “Wanderer Fantasie”, itu membuat saya mengingat akan salah satu cita-cita saya yang terbesar, yaitu Keliling Dunia” dan mencari sisi lain dunia ini, mencari kebijaksanaan dalam setiap petualangan, dan berteman dengan seluruh orang di dunia tidak peduli bagaimana dan seperti apa mereka.

Dan akhirnya, konser ini diwarnai dengan standing applause dari para penonton yang begitu meriah, kemudian Daria pun benar-benar mengakhiri resitalnya dengan menampilkan satu anchor, yaitu lagu persembahan oleh pianis kepada para penonton yang telah menghargai penampilannya. Anchor ini adalah karya Schumman, namun sayang saya tidak begitu memperhatikan ketika lagu ini dimainkan karena suasananya sedikit gaduh dan durasinya yang begitu cepat.

Terakhir, ketika acara benar-benar selesai, saya menyempatkan diri untuk memiliki “short talk” dengannya dan berfoto bersama. Daria berkata bahwa untuk menjadi pianis yang handal, tentu saja Anda harus latian dengan giat setiap hari selama berjam-jam, dan cintailah apa yang Anda lakukan karena jika tidak, maka semua pun tidak ada gunanya. Namun apabila Anda berkonsentrasi terhadap hal lain (dalam hal ini kuliah nonpiano), maka jadikanlah piano sebagai kesenangan dalam mengusir penat Anda.

“It’s my work, so I have to take as many hours as I can (to study the piano),” ujar Daria.

Dalam perbincangan kami, Daria juga memberi nasihat kepada para pianis muda untuk terus berlatih dan ‘don’t give up’. Setelah berfoto bersama dan meminta tanda tangannya, pulanglah kami berdua ke mana tempat asal kami tadinya berada.

[caption id="attachment_216721" align="aligncenter" width="225" caption="foto saya bersama Daria. Tapi sayang resolusinya jelek sekali. hehe"][/caption]

Special thanks to: Bondan Wahyutomo, my cousin. You always there when I need someone to accompany me watching a recital at night.

Catatan: Sehari setelahnya, sepupu saya tiba-tiba opname di rumah sakit karena harus operasi untuk usus buntu. Semoga bukan gara-gara saya yang mengajak beliau untuk pergi malam-malam. Get well soon, my cousin!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline