Kasus ini memang menarik untuk diikuti dan selalu memberikan kejutan bagi para penunggu setianya. Dimulai dari penyerangan yang dilakukan pada tanggal 11 April 2017, pembentukan tim independen oleh pemerintah untuk melakukan penyidikan hingga tertangkapnya pelaku secara tiba-tiba pada tanggal 27 Desember 2019. Sekitar 2 tahun 8 bulan waktu yang dibutuhkan untuk menangkap pelakunya.
Namun pada proses persidangan dipengadilan, tepatnya pada agenda pembacaan tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum, mereka hanya dituntut dengan ancaman pidana 1 tahun penjara.
Jaksa menuntut dengan mempergunakan Pasal 353 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) butir ke-1 KUHP. Pasal ini merupakan isi dari dakwaan subsidair yang dipilih oleh jaksa sebagai landasan untuk melayangkan tuntutannya.
Pasal ini diyakini telah terpenuhi unsur-unsurnya dan sangatlah sesuai untuk menjerat perbuatan pidana yang dilakukan oleh pelaku setelah memperoleh penguatan melalui proses pembuktian.
Jaksa berpendapat bahwa dakwaan primernya, yang merujuk pada Pasal 355 ayat (1) KUHP yakni penganiyaan berat berencana, tidak terpenuhi unsur-unsurnya. Unsur apa itu?
Unsur perencanaan dalam tindakan yang mereka lakukan. Jaksa berpendapat bahwa para pelaku, yakni Rahmat Kadir dan Ronny Bugis sedari awal tidak memiliki niat untuk melakukan penganiyaan berat pada Novel Baswedan.
Dari sumber yang lainnya dikatakan bahwa pelaku tidak sengaja mengenai kepala korban saat melemparkan cairannya. Seperti inilai uraian lengkapnya :
"Bahwa dalam fakta persidangan, terdakwa tidak pernah menginginkan melakukan penganiyaan berat. Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman cairan air keras ke Novel Baswedan ke badan. Namun mengenai kepala korban. Akibat perbuatan terdakwa, saksi Novel Baswedan mengakibatkan tidak berfungsi mata kiri sebelah hingga cacat permanen,"ujar jaksa saat membacakan tuntutan.
Mari kita telisik satu persatu pernyataan yang disampaikan oleh Jaksa tersebut.
1. Terdakwa tidak pernah menginginkan melakukan penganiyaan berat
Undang-undang memang tidak memberikan rumusan yang pasti tentang apa yang diartikan dengan penganiyaan itu. Sedangkan menurut yurisprudensi, yang diartikan dengan "penganiyaan" ialah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Pasal 351 ayat (4) juga memberikan penguatan, bahwa penganiyaan itu disamakan dengan sengaja merusak kesehatan.