Suara drumnya cepat menderu, seperti peluru yang dimuntahkan dari ratusan senjata berapi. Part drum yang dimainkanyapun rapat, tidak bersisa. Adalah Roy Agus, salah satu punggawa dari band death metal- Death Vomit. Sore itu kami berbincang di distro Anthem milik Roy, yang berada di Jl. Selokan Mataram, No.450 Jogjakarta.
Band Death Vomit sendiri merupakan band senior di scene underground jogja, mereka terdiri dari; Sofyan (gitar, vokal), Roy (drumer), dan Oki (bass). Dengan mengusung death metal sebagai genrenya, Death Vomit telah melanglang buana ke luar negeri dan menorehkan jejak bermusiknya di sejumlah negara.
Roy pribadi yang setia menjaga tempo di instrumen drum, sejak hari pertama Death Vomit berdiri."Saya di Death Vomit sudah 22tahun, dan saya satu-satunya personel yang belum pernah ganti", terangnya. Dirinya sangat menggandrungi instrumen drum sejak kecil, meskipun hanya dengan alat seadanya tapi itu tidak menyurutkan niat Roy kecil untuk berlatih drum.
"Dulu waktu kecil, saya berbeda dengan anak seusia saya yang biasanya mukul-mukul panci, saya justru airdrumming". Media tv yang menyiarkan video klip musik juga tidak luput dari perhatian Roy kecil untuk belajar drum. Ia sejak dulu memang mempunyai ketertarikan sendiri terhadap drum. "Waktu saat saya melihat video klip musik, saya melihat drumernya kok mereka bisa bermain dengan enak dan suaranya bagus, saya lalu mulai ingin belajar drum", terang drumer yang rendah hati ini.
Perbincangan kami lalu berlanjut tentang dirinya yang baru saja diendorse stik drum buatan jogja. Bagi Roy yang bertugas menjadi backbone dalam bandnya dan seorang penjaga tempo, stik drum merupakan sarana vital. Ia tidak dapat bermain dengan baik, jika stik drumnya tidak sesuai jangkauan yang dibutuhkan, rentan patah, dan materialnya tidak bagus. Kondisi stik drum yang prima, juga dibutuhkan bagi Roy yang memiliki gaya permainan death metal.
"Saya suka memakai stik drum yang bisa menghasilkan pukulan keras tapi tidak perlu keluar banyak tenaga, disamping itu bisa menyesuaikan dengan kondisi anatomi tangan saya", jelas pria kelahiran kota Solo ini.
Berangkat dari kebanggaanya memakai produk lokal jogja, ia dan Solobeat Drumstik bersepakat untuk menjalin kontrak kerja. "Saya memakai Solobeat Drumstik karena bisa mengakomodasi kebutuhan permainan saya secara keseluruhan".
Harapannya dengan kerjasama ini mereka bisa merengkuh para drumer untuk memakai produk buatan indonesia. Kecintaan Roy pada produk buatan anak negeri juga ditunjukkan dengan banyaknya koleksi CD musik miliknya. "Dirumah saya CD musik indonesia jauh lebih banyak, dibanding musik luar negeri".
Pembicaraan kami meluas menjadi sebuah diskusi seru tentang kemajuan dunia digital terkini yang sanggup mewadahi kebutuhan para musisi. Dunia media sosial memang menjadi sarana berinteraksi kaum milenial. Tapi ternyata lebih dari itu, media sosial juga mampu menajamkan nama sebuah band, khususnya yang bergerak di scene underground. Membawa nama band ke kancah musik nasional bahkan internasional. Serta menjangkau pendengar secara lebih luas.
"Saya sih menyambut baik media sosial: Youtube, Facebook dan media sosial lainnya, karena bisa mendongkrak popularitas secara global", jelas Roy. Kehadiran media sosial yang penggunanya semakin besar juga patut disyukuri Roy, karena menurutnya band underground tidak setiap saat bisa masuk tv. "Band underground 'kan tidak setiap saat masuk tv, jadi media sosial jadi ajang mereka untuk mempromosikan diri kepada publik".
Sejalan dengan media sosial yang mulai menampilkan band underground, ternyata dari tv swastapun juga mulai memunculkan band underground. Peran serta media ini dirasa Roy mampu menunjukkan jenis musik di indonesia yang beragam. "Respon saya positif, kalau TV swasta menampilkan band underground untuk bermain di televisi, dan harapannya agar mereka mempertahankan acaranya, dan sejauh mereka tidak melarang saya dalam bermusik, itu tidak jadi soal", terang Roy.