Lihat ke Halaman Asli

Ben Baharuddin Nur

TERVERIFIKASI

Setelah Barrack Obama, Kini Anggito Tersandung Isu Penjiplakan

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Bukan bermaksud membela penjiplakan atau plagiarism, saya cuma khawatir cara masyarakat terutama netizen “mengadili”,  dalam arti mempersepsikan Anggito seakan penjahat intelektual sudah melewati batas kewajaran.

Mengapa saya menghubungkan cerita pembajakan yang pernah dituduhkan kepada Barrack Obama tahun 2008 lalu itu dengan isu yang kini menerpa Anggito Abimanyu? Bukan bermaksud untuk mengatakan bahwa Barrack Obama saja tidak bermoral apalagi Anggito, sama sekali tidak, tetapi semata karena kasusnya ada kemiripan, tidak persis sama, tetapi penyelesaian tuduhan pembajakan kepada Obama mengandung pembelajaran dari perspektif moral dan budi pekerti yang luhur.

Barrack Obama juga “dipaksa” mundur dari pencalonannya sebagai Presiden Amerika Serikat, seperti halnya Anggito yang malah sudah melayangkan surat pengunduran diri resmi kepada Rektor UGM. Padahal Obama sudah jelas terbukti dan mengakuinya, sementara Anggito masih akan memberikan klarifikasi, meski telah meminta maaf.

Obama kala itu mempertaruhkan harapan partainya untuk mengungguliJohn McCain dukungan Partai Republik untuk merebut kursi presiden dari sebuah negara adidaya yang sedang diduduki oleh George W. Bush.

Akan halnya Anggito, apa pertaruhannya? Adakah yang ingin Anggito Abimanyu hengkang dari Universitas Gajah Mada? Atau apakah yang diincar adalah jabatan Anggito sebagai Direktur Penyelenggara Haji dan Umroh di Kementerian Agama? Atau apakah yang disasar justru untuk menjatuhkan kredibilitas UGM sebagai salah satu perguruan tinggi ternama yang banyak menelurkan intelektual yang kondang di negeri ini? Atau mungkin untuk menghentikan langkah Anggito agar tidak terlalu sering menulis di Harian Kompas dan media lainnya?

Terus terang saya belum menemukan titik terang tentang motif dibalik kasus ini. Atau apakah saya harus menerima asumsi bahwa ada orang bernama samaran Penulis UGM, Kompasianer yang pertama kali mengungkapkan kasus ini di Kompasiana, yang benar-benar sedang bertempur melawan plagiarisme di negeri ini?Maka saya katakan saya akan berada di garda terdepan bersamanya.

Tapi tunggu dulu, ini kan bukan masalah kecil, menyangkut nasib orang dan keluarganya, nama baik institusi tersohor, dan dosanya tak terbayang bila niatan melakukan pertempuran ini bukan atas nama kebenaran yang bernaung di bawah sumpah Demi Tuhan! Sesuai agama dan keparcayaan saya.

Saya ingin mengenal lebih dekat sosok Penulis UGM ini. Saya lalu mengunjungi lapaknya dan disambut wajah seorang bocah tak memakai baju dengan ingus meler. Disampingnya tertulis nama Penulis UGM, hobi nulis. Meskipun disambut dengan wajah bocah beringus, saya tak megurungkan niat melongok ke dalam ruang lapaknya, Kompasiana menyebutnya dashboard. Dengan sebutan gagah di depan ‘hobi nulis’ pantas kalau saya berharap melihat tumpukan tulisan di dalam. Nyatanya tulisan satu-satunya yang ada di situ adalah tulisan tentang dugaan plagiarisme Anggito Abimanyu. Tak ada teman sama sekali dan aktivitas sosialnya hanya pernah dua kali berkomentar, entah dimana.

Realitas itu yang memicu kekecewaan saya sehingga menulis artikel ini. Saya melihat tulisan tentang Anggito bertebaran di seantero Kompasiana. Ada yang sekedar memberitakan perkembangan kasus plagiarisme itu, ada yang buru-buru mengambil pelajaran dari kasus Anggito yang (maaf) belum ada kepastian hukumnya. Ada juga yang buru-buru membersihkan diri dengan memasang judul ‘saya bukan plagiat’ dan masih banyak lagi.

Saya terpana melihat salah satu tulisan yang memasang wajah Anggito sebagai ilustrasi. Terlihat Anggito sedang memegang kepala sambil tertunduk. Terus terang saya miris melihat pose foto itu yang seakan-akan ingin mengesankan Anggito seorang pesakitan luar biasa. Anggito Abimanyu, seseorang yang saya hormati integritasnya, peniup seruling yang handal, orang yang pernah saya ikut bela, meski hanya lewat cuap-cuap protes di media, ketika Kabinet SBY tidak memilihnya menjadi Menteri Keuangan padahal pangkat dan jabatannya di Kementerian Keuangan sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal sudah cukup beralasan untuk pengangkatannya.

Begitu kejamnya kah pengadilan sosial di negeri ini sehingga melupakan bagaimana idealisme ayah beranak dua ini ketika harus bertempur sendiri melawan lawan-lawan politiknya di Kementerian Keungan yang kemudian membuatnya terjungkal dan harus balik ke kampus sebagai dosen biasa? Apakah benar pepatah itu bahwa panas setahun bisa dihapuskan oleh hujan sehari? Atau apakah memang benar bahwa orang di Barat sana, khususnya di Amerika Serikat lebih pemaaf dibanding orang Indonesia yang dikenal ramah dan banyak senyum ini?

Obama, seperti kata saya tadi, juga pernah dituduh melakukan penjiplakan hasil karya orang lain, mirip dengan yang sekarang dialamatkan ke Anggito, tetapi orang-orang Amerika yang nota bene berbeda warna kulit dengannya masih mau merengkuh tangannya agar tidak jatuh ke “Jurang Malu” yang boleh jadi akan menghabisi karirnya seumur hidup.

Obama melakukan plagiarism, dan Obama mengakuinya. Tuduhan plagiarisme yang dialamatkan kepada Obama bermula dari pidato kampanyenya yang disampaikan di Wisconsin pada bulan Februari 2008. Tuduhannya, Obama telah menjiplak pidato Gubernur Massachusetts, Deval Patrick, sebagaimana laporan TodaysPlagiarism.com yang dikutip oleh onlineclasses.org.

Pidato Deval yang dijiplak menurut situs tersebut adalah yang pernah disampaikan pada Oktober 2006. Situs tersebut menulis bahwa setelah membandingkan pidato Deval Patrick dengan pidato Obama, terlihat bahwa milik Obama memang menggunakan kutipan yang sama termasuk dalam hal frasa seperti yang ada pada pidato Deval.

Mengetahui tuduhan itu, Obama memberikan pengakuan dan meminta maaf karena tidak memberikan penghargaan kepada Deval setelah keduanya selama ini sering bertukar pikiran, termasuk dalam mempersiapkan pidato kampanye Obama. Mengetahui permintaan maaf Obama yang disampaikan di depan massa pendukungnya. Deval kemudian tampil di acara “Good Morning America” di stasiun tivi American Broadcast Corporation (ABC), untuk membela Obama dan menyatakan dukungannya terhadap pidato kampanye Obama yang disampaikan Februari 2008 di Wisconsin. Ia bahkan menyatakan bahwa tuduhan dan cercaan yang dialamatkan kepada Obama sebagai tindakan yang tidak adil, semata untuk merendahkan kemampuan Obama dalam memotivasi rakyat Amerika, demikian dikutip oleh portal berita online Boston.com.

Sikap ksatria Barrack Obama dibalas dengan kebesaran hati Deval Patrick untuk memberi maaf dan bahkan semakin mengangkat nama Obama. Sebuah contoh perilaku yang sangat mendidik bagi generasi muda dan rakyat Amerika secara umum.

Lalu bagaimana kita di Indonesia menyikapi isu penjiplakan Anggito Abimanyu? Abimanyu sudah menyampaikan permintaan maaf kepada publik. Tapi dimanakah Hatbonar Sinaga? Dia adalah tokoh Deval Patrick dalam kasus Obama. Kalau Bapak, Bung, Abang, atau apapun panggilan yang tepat untuk Hatbonar Sinaga, sempat membaca tulisan ini, tampillah. Saya sangat benci plagiarisme, kalau ternyata memang Anggito melakukan itu, dia pasti akan minta maaf kepada anda, tetapi kali ini tampillah dan berilah maaf kepada saudara kita Anggito Abimanyu. Saya yakin atas izin Tuhan, Bapak Hatbonar Sinaga akan dikenang sebagai seorang yang berjiwa besar seperti halnya Deval Patrick.

Kepada rekan Kompasianer yang berinisial Penulis UGM, saya tidak menyalahkan anda, karena sebagaimana lazimnya, kita semua sebagai penulis, ingin agar tulisan kita dibaca dan bermanfaat bagi sesama. Namun kali ini, tampillah sebagai ksatria, tunjukkan jati diri anda dan bantulah mempertemukan antara saudara kita Anggito Abimanyu dengan Hatbonar Sinaga agar mereka bisa menyelesaikan permasalahannya dalam suasana kebersamaan dan kekeluargaan yang konstruktif serta mendidik.

Kepada Rektor UGM, Bapak Prof. Dr. Pratikno, mohon kiranya menunda penerimaan pengunduran diri Anggito Abimanyu sebelum dipertemukan dengan Bapak Hatbonar Sinaga dan Bapak atau mungkin Ibu pemilik akun Kompasianer Penulis UGM. Saya sangat yakin mereka bisa merumuskan solusi yang elegan, membanggakan dan tidak mencederai salah satu pihak.

Saat ini adalah kesempatan bagi semua pihak yang terkait dalam masalah ini untuk mengajarkan kepada generasi muda bangsa besar ini pentingnya arti memaafkan dan berjiwa besar untuk saling membesarkan. Semoga harapan ini dibaca dan dipahami niat baiknya.

Jakarta dinihari, Selasa 18 Februari 2014.

------------------------------------------- @Ben369----------------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline