Lihat ke Halaman Asli

[Siaran Pers] Pelibatan PPATK dalam Proses Fit and Proper Test Calon Kapolri

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Depok, 15 April 2015

Oleh: Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FISIP UI 2015

Kepolisian Negara Repulik Indonesia sebagai salah satu lembaga penegak hukum di Indonesia sejak awal tahun 2015 menjadi sorotan publik. Hal tersebut tidak mengherankan karena suksesi kepemimpinan lembaga tersebut bermasalah. Calon tunggal Kapolri yang diusulkan oleh Presiden yaitu Komisaris Jenderal Budi Gunawan ketika masih dalam proses pemilihan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini menjadi semakin mengejutkan ketika Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyetujui/meloloskan dirinya pada uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Kepercayaan publik tentu diuji dan muncul pertanyaan sinis terkait pelaksanaan fit and proper test (FPT). FPT yang seharusnya menjadi wadah penyaringan berkualitas, justru hanya menjadi lobi-lobi indah para politisi dan tidak mengindahkan aspek-aspek penting seperti komitmen pemberantasan korupsi. Melihat hal tersebut, BEM FH UI, BEM FISIP UI, BEM FEB UI, dan BEM FIB UI menginiasi BEM se-UI untuk melakukan audiensi kepada Komisi III DPR RI pada hari Rabu, 15 April 2015 guna menyampaikan beberapa hal.

Sebagai bentuk pencegahan, seharusnya pemerintah maupun dewan di parlemen bisa memanfaatkan lembaga negara yang mampu mengungkap aliran dana gelap, seperti Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Keberadaan PPATK merupakan langkah konkret dari pelaksanaan UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan fungsi pencegahan yang dimiliki oleh PPATK, seharusnya PPATK diberikan ruang untuk bisa mencegah lembaga penegak hukum seperti Polri dipimpin oleh orang yang memiliki transaksi keuangan yang mencurigakan. Namun, PPATK masih memiliki keterbatasan yaitu PPATK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan. Sehingga KPK menjadi lembaga yang komplemen untuk melengkapi peran PPATK.

Walaupun kami lihat di beberapa media PPATK dan KPK telah menyatakan bahwa Badrodin Haiti selaku calon Kapolri dianggap “bersih”. Menurut kami, hal tersebut masih kurang karena ucapan kedua lembaga tersebut berlangsung secara informal dan terpisah. Pelibatan PPATK dalam FPT calon Kapolri harus dilakukan secara langsung dan konkret oleh DPR RI, tidak sekedar melalui ucapan kata “bersih” maupun “kotor” dari PPATK tanpa penjelasan yang logis dan transparan ke publik. Kami menghendaki agar PPATK dan KPK diundang secara langsung untuk dimintakan pendapatnya oleh DPR RI dan Laporan Hasil Analisa PPATK terhadap calon Kapolri harus dirilis ke publik. Dengan dirilisnya Laporan Hasil Analisa oleh PPATK terhadap calon Kapolri, selain KPK bisa langsung melakukan penyidikan ketika ada transaksi yang mencurigakan, harapannya publik pun bisa merespon dan melaporkan pada KPK. Analisis terhadap transaksi keuangan pun akhirnya tidak dimonopoli oleh institusi tertentu semata. Keterlibatan publik diharapkan meningkat seiring adanya mekanisme seperti ini sehingga menjadi manifestasi untuk perbaikan demokrasi di Indonesia menuju demokrasi deliberatif dan partisipatif.

Keterlibatan PPATK di dalam proses pemilihan Kapolri memang tidak diatur di dalam undang-undang, namun bukan berarti melibatkan institusi tersebut melanggar undang-undang. Terbukti, Presiden bisa melibatkan PPATK dalam penyusunan Kabinet Kerja. Sehingga, hal ini membuktikan bahwa status quo saat ini, keterlibatan PPATK dimungkinkan apabila ada political will yang baik dari lembaga-lembaga yang ada di dalam sistem politik itu sendiri. Kendati demikian, kami menghendaki ke depannya dalam jangka panjang, keterlibatan PPATK di dalam proses suksesi pimpinan KPK dan Kapolri yang selama ini tidak diatur secara tegas dan jelas dapat diatasi dengan menambah norma baru dalam persyaratan calon Kapolri dan pimpinan KPK dengan revisi undang-undang, baik undang-undang KPK maupun undang-undang Kepolisian Negara Republik itu sendiri.

Upaya untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pada lembaga negara seperti Polri, kami yakini bisa dimulai dari suksesi kepemimpinan yang berkualitas. Good governance hanya bisa tercapai apabila ada political will dari semua pihak untuk mewujudkan hal ini. Terselenggaranya good governancemerupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita bangsa bernegara. Untuk mencapai hal itu, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimasi sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Sistem pertanggungjawaban dalam bentuk konkretnya adalah laporan. Laporan yang dimaksud bisa berupa rekam jejak calon Kapolri yang berisi riwayat jabatan dan laporan kinerja calon Kapolri yang dapat diakses oleh publik.

Kesimpulannya, kami dari BEM se-UI memiliki rekomendasi kepada DPR RI dalam hal FPT calon Kapolri sebagai berikut:

1.Melibatkan PPATK dalam uji kepatutan dan kelayakan Kapolri untuk melakukan audit investigatif demi transparansi.

2.Mengeluarkan rekam jejak calon kapolri yang berisi riwayat jabatan dan laporan kinerja calon Kapolri yang dapat diakses oleh publik.

3.Mempublikasikan Laporan Hasil Analilsa PPATK terhadap calon Kapolri.

4.Mewajibkan pelibatan PPATK dalam setiap pemilihan calon Kapolri yang diatur dengan undang-undang.

Melalui keempat rekomendasi diatas, kami berharap Polri akan dipimpin oleh orang yang selain berkompeten, namun juga memiliki integritas dan berkomitmen terhadap upaya pemberantasan korupsi. Rekomendasi yang disampaikan melalui audiensi ke Komisi III DPR RI ini semoga didengar oleh anggota dewan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Keterlibatan PPATK dalam proses pemilihan Kapolri ini pun sebenarnya juga membantu Polri memperbaiki citra buruknya di mata masyarakat. Maka dari itu, kami sangat berharap pemerintah dan parlemen mendengarkan suara-suara rakyat untuk segera melibatkanPPATK dalam proses pemilihan Kapolri agar penegakan hukum di Indonesia menjadi lebih baik dengan mengedepankan aspek akuntabilitas dan transparansi.



Indra Akuntono, “DPR Setujui Tersangka Korupsi Budi Gunawan Jadi Kapolri”, diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2015/01/15/12550071/DPR.Setujui.Tersangka.Korupsi.Budi.Gunawan.Jadi.Kapolri pada 15 April 2015 pukul 00.45 WIB.

Shanti Rachmadsyah, “Bagaimana Cara Penyelidikan yang Dilakukan PPATK?”, diakses dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3567/bagaimana-cara-penyelidikan-yang-dilakukan-ppatk tanggal 27 Februari 2015 pukul 16.47 WIB.

Saiful Munir, “KPK dan PPATK Sebut Komjen Badrodin Haiti Bersih”, diakses dari http://nasional.sindonews.com/read/987397/14/kpk-dan-ppatk-sebut-komjen-badrodin-haiti-bersih-1428581827 pada 15 April 2015 pukul 01.52 WIB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline